7disabled
No Image Available
Stok Tidak Tersedia
Atau
Tambah ke Daftar Keinginan
168 Jam dalam Sandera: Memoar Jurnalis Indonesia yang Disandera di Irak (Soft Cover)
oleh Meutya Hafid

Ketersediaan : Stock tidak tersedia

Format : Soft Cover
ISBN13 : 2000019003236
Tanggal Terbit : September 2007
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Hikmah
Halaman : 280



Deskripsi:
Februari 2005 Siapa pun penonton televisi dan pembaca koran pasti ingat peristiwa nahas tersebut. Meutya Hafid,seorang reporter Metro TV dan Budiyanto, juru kamera yang mendampinginya, disandera oleh Mujahidin Irak. Mereka diculik tiba-tiba saat sedang berhenti di POM Bensin. Seluruh bangsa pun khawatir, berdoa demi keselamatan mereka, dan mengusahakan pembebasan secepatnya. 168 jam lamanya Meutya dan Budi berada dalam sandera. Di dalam sebuah gua kceil di tengah gurun Ramadi. Tidur beralaskan batuan dan dibuai oleh suara bom dan tembakan. Di sana mereka belajar tentang kepasrahan total kepada Yang Kuasa, karena telah begitu dekatnya dengan kata "mati". Di sana mereka diingatkan, bahwa jika Tuhan menghendaki, segalanya bisa terjadi. Dan, di sana pula mereka berdua disadarkan, betapa nyawa sangat berharga, dibandingkan berita paling ekslusif sekalipun.

Kategori dan Rangking Bestseller:
#129 di Buku > Sejarah

Pelanggan yang membeli buku ini juga membeli:
Halaman 1 dari 1
(Soft Cover)
oleh Tim Akademi Bercerita Bentang Pustaka
Rp. 17.250
Rp. 13.800
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Tim Akademi Bercerita Bentang Pustaka
Rp. 42.000
Rp. 33.600
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Billy Boen
Rp. 49.500
Rp. 39.600
Stock di Gudang Supplier
(Soft Cover)
oleh Sarlito Wirawan Sarwono
Rp. 33.000
Rp. 31.350
Stock di Gudang Supplier
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Charles Moore
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Arafat Nur
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Chie Shimano, Kiyoshi Konno
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Abdel, Mongol
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Rhymer Rigby
(1)
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Nadine Chandrawinata
(1)
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Corinne Hofmann
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Langlang Randhawa
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Tetty Yukesti
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Fachmy Casofa
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Yosephine P. Tyas
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Wenny Artha Lugina
(3)
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Eben Alexander M.D.
Stock tidak tersedia
No Image Available
(Soft Cover)
oleh Yasmina Khadra
Stock tidak tersedia
(Soft Cover)
oleh Tasaro GK
(1)
Stock tidak tersedia

Review Konsumen:
5 -
4 -
3 100%
2 -
1 -
3.0
1 Review
Tulis Review Anda
Malam, Kematian, Kemaluan
oleh Rimbun Natamarga pada Senin, 22 November 2010
Lewat salah satu sajaknya, kita bisa tahu bahwa Chairil Anwar kagum pada orang-orang yang berani melewati malam, pergi menuju ketidakpastian yang ada di luar rumah pada malam hari, ketika jam malam ditabuhkan tentara-tentara pendudukan. Waktu itu, tentara Belanda mencoba untuk kembali menguasai Indonesia yang baru saja merdeka.

“Aku suka pada mereka yang berani hidup,” tulis Chairil Anwar. “Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam,” sebab kegelapan dapat menyembunyikan segala sesuatu, termasuk maut yang berdiam di moncong bedil orang-orang bersenjata. Kita bayangkan, ratusan orang berkeliaran tanpa suara dan hendak mencari suara-suara mencurigakan. Mereka saling mengintai dan mengancam.

Bagi mereka yang pernah membaca Larasati Pramoedya Ananta Toer, pasti tahu lukisan kecamuk yang hadir pada waktu itu. Demikian pula dengan Di Tepian Kali Bekasi penulis yang sama, pasti ingat, betapa tokoh Farid memberontak dari ayahnya hanya untuk “menemui malam” seraya sadar bahwa kematian memperhatikannya mudah. Atau pada kisah dalam Tak Ada Hari Esok Mochtar Loebis, kita menyaksikan tentang “malam” itu, meski dalam penggalan-penggalan pendek.

Tetapi mereka yang tahu tentang takdir pasti jauh lebih bijak. Bahkan dalam keadaan perang sekalipun, nasib ternyata sudah ditentukan. Manusia hanya berusaha, sebab, toh, setiap peluru yang meluncur lepas sudah memiliki nama-nama korbannya. Dan ketika mati, manusia pun pasti akan berfilosofi: ... Baca Selengkapnya
0 dari 1 orang berpendapat bahwa ini bermanfaat,
Apakah review ini bermanfaat bagi Anda?
Tulis Review Anda