...Biran mengatakan bahwa engkau amat baik pada orang yang kausukai. Bolehkah aku berharap akan mendapatkan pula kebaikan hatimu? Bila demikian, aku akan menantikan suratmu. Tak ada kebaikanmu yang lebih kaurasakan daripada membalas suratku ini...Feisal memegangi kertas surat itu sambil menggeleng-geleng. Ketika menunduk, terpandang olehnya kakinya. Lama ditatapnya tungkainya itu. Alangkah aneh dan seramnya. Sejak kapan benda jelek itu menjadi miliknya?Dengan perasaan terkejut, dirabanya. Dingin, mati, tapi itu miliknya. Sebagian dari tubuhnya...Oh, seandainya ia punya sekarung emas, ia akan pergi keluar negeri membuat kaki palsu, dan tungkai kayu keparat itu akan dicampakkannya ke dalam laut.Feisal menggigil. Diambilnya diktat, lalu lekas-lekas pergi ke bawah pohon jambu. Dia berangin-angin di situ. Kepada angin dibisikkannya nama itu. Ketika langit mulai gelap dan bintang-bintang bermunculan di angkasa, lewat mereka ia melamun, mengirim seberkas balasan surat cinta. Bagi Vivi!
Pada awal tahun tujuh puluhan, saat masyarakat kita haus akan novel hiburan yang dekat dengan kehidupan sehari-hari, bertiuplah angin baru dalam dunia novel kita, Karmila. Novel yang ditulis oleh Marga T yang saat itu masih mahasiswi kedokteran dan terbit pada bulan Desember 1973 itu langsung meledak dan mengalami cetak ulang berkali-kali. Diilhamkan oleh sukses Karmila ini, banyak penulis lain yang kemudian mengikuti jejak Marga T, menulis novel-novel manis. Seiring dengan berjalannya waktu dan bertambahnya pengalaman, tulisan Marga T yang kini dokter merangkap ibu rumah tangga semakin bervariasi. Tidak hanya kisah-kisah cinta yang manis, tetapi juga novel detektif, spionase, dan bahkan cerita satire. Tetapi apa pun bentuk tulisannya, semuanya tetap memperlihatkan kebolehan Marga T. sebagai juru cerita yang lihai.