Aku masih sama menunggu Aqila seperti satu minggu yang lalu di sini dan tempat duduk ini. memperhatikan setiap jalur masuk yang ada di taman dan berharap Aqila datang menghampiriku. Namun, hingga detik ini, yang kudapat masih sama seperti minggu-minggu lainnya, hanya ada anak kecil tersenyum riang sebelum akhirnya berlari menghampiri taman bermain. Mungkin, selama satu minggu menunggu, hanya itulah hiburanku. Akan tetapi, tenang saja, tidak seluruh hariku dalam satu minggu kuhabiskan di taman ini untuk menunggu karena aku masih waras. Aku hanya duduk dan menunggu di sini pada sore hari, itu pun tidak sampai malam. Kumulai dari jam setengah empat sore hingga bosan saja. Percayalah, kawan, menunggu itu tidak seromantis apa yang selalu digambarkan film-film di televisi. Ini memang salahku. Seandainya 12 tahun lalu aku tidak berkata macam-macam, mungkin sekarang aku tidak perlu repot-repot menunggu seperti ini.
Dira, memutuskan untuk setia menunggu Aqila, yang dia beri janji 12 tahun lalu untuk bertemu kembali di tempat yang mereka telah tentukan. Dira seharusnya bahagia karena pertemuan yang akhirnya terjadi setelah menunggu sekian lama. Ternyata, Aqila bukan gadis yang sama lagi seperti 12 tahun yang lalu. Keinginan Dira untuk bersama Aqila tidak disambut dengan baik. Dira berusaha membuka hatinya dan mencari cinta yang tepat untuknya. Kehadiran Mila, yang sangat mirip dengan Aqila, membuat Dira juga semakin susah move on dari sosok Aqila. Keinginan untuk bersamanya pun semakin kuat.