“Aku butuh cinta dan rasa bahagia. Itu saja.”
—Bagas Dejandra—
“Ingin rasanya kutumpahkan air bah dari pelupuk mata. Tapi tak kuasa. Aku laki-laki. Ragu menangis. Hanya kilas memori tentangnya yang akan kujaga erat. Aku bisa sampai di sini bukan untuk berwisata. Aku di sini karena kesalahpahaman.”
—Galih Dejandra—
“Menerima ucapan salam melalui pesan singkat membuatku semakin gegap gempita merangkum ilmu di bumi mantan khila yah terbesar ini. Perjalanan ini akan kubukukan agar semua bisa membaca, menjadi peninggalan jejak setia, hingga jasadku merapuh terhalang tanah.”
—Teuku Maulana Ibrahim—
“Hidup adalah bendera perang. Harus diperjuangkan.”
—Teguh Meuteuah—
Ini adalah kisah perjalanan tak terduga Galih, yang berbanding terbalik dengan perjalanan impian kakaknya, Bagas. Juga perjalanan penemuan jati diri Abay, serta perjalanan pencapaian cita-cita Teguh. Keempatnya bertemu di sebuah negeri penuh kembang api yang memecah, tak hanya saat malam telah gulita.
Keempat pemuda ini mencari hati dan jati diri.
Menggapai cinta sejati.