Aku tidak begitu memahami tentang isi dunia ataupun segala macam prasangka. Tapi sejak melihat raut wajah Sihar yang lebam dan mendengar cerita dari Mutasor tentang Sihar, mau tidak mau hatiku mulai mempertanyakan banyak hal. Mengapa hal-hal seperti itu terjadi pada kami? Mengapa kami menjadi anak-anak yang besar dengan kekerasan? Aku selalu merasa takut dan ngeri membayangkan ujung gesper Ayah yang berkilau. Tetapi, di lain hal aku tidak menyangka akan menemukan anak-anak yang bernasib sama seperti diriku.
Sihar, Mutasor, dan aku… kami adalah anak-anak yang tumbuh lewat kekerasan. Kami adalah anak-anak yang jatuh ke jurang penyiksaan, tapi kami juga adalah anak-anak yang merindukan terang.