Relasi bahasa dengan kekuasaan selalu ditandai dengan terjadinya instrumentalisasi
atas bahasa demi capaian kekuasaan. Pada setiap zaman dan periode rezim
kekuasaan, bahasa digunakan secara dominatif untuk melanggengkan atau
mencapai kekuasaan. Dalam konteks Indonesia, relasi yang tergambar dalam
kekuasaan selalu menyuratkan variasi penggunaan bahasa yang khas pada
zamannya. Bahasa kekuasaan pada rezim Orde Lama, Orde Baru, Orde Reformasi,
dan Neo-reformasi menggambarkan variasi penggunaan (tepatnya politisasi) bahasa
demikian khas, menggambarkan karakteristik pola kepemimpinan rezim dan
bagaimana resistansi kekuasaan terhadap lawan politiknya. Ibarat jendela rumah,
bahasa dapat meneropong peristiwa yang ada dalam sebuah rezim kekuasaan.
Melalui penggunaan kosakata bahasa, kíta dapat memantik bagaimana model dan
pola kekuasaan pada sebuah rezim. Melalui analisis terhadap bahasa yang
digunakan, watak kekuasaan yang sejati dapat digambarkan secara gamblang dan
transparan.
Buku ini menggambarkan bagaimana bahasa diposisikan rezim kekuasaan sekaligus
digunakan untuk mempertahankan kekuasaan. Diawali dengan perbincangan
bahasa di tangan kekuasaan, dilanjutkan dengan penggunaan bahasa pada fase-fase
sejarah bangsa Indonesia. Pada fase-fase kekuasaan rezim tersebut tergambar tabiat
yang terepresentasi dalam bahasa kekuasaan. Di akhir dijelaskan sedikit mengenai
penggunaan bahasa pada media sosial, yang dapat dipandang sebagai rezim baru
dalam kehidupan kita. Kuasa media sosial bahkan dapat mengalahkan lembaga
formal dalam memengaruhi masyarakat (citizen). Dengan penggambaran ini
pembaca disuguhi kenyataan bahwa bahasa tidak vis-à-vis dengan kekuasaan,
sebaliknya menjadi subordinasi kekuasaan.