Dongeng dari Dullah Disertai 150 foto biografi dan lukisan
Dullah (1919-1996) dikenang sebagai seniman legendaris dan Pelukis Istana Presiden Sukarno. Namun, lebih dari itu, dia adalah pejuang kemerdekaan yang penuh deru dan debu, dengan jalan perang yang nekat. Sejak remaja, dia menulis artikel dan puisi heroik, serta membuat poster dan angkat senjata melawan penjajah, sehingga penjara Belanda (Hoofdbureau van Politie) selalu menantinya. Sebagai provokator anti-Jepang, dia masuk bui Kempeitai dan disiksa sampai setengah mati.
Dialah yang menginstruksi para bocah untuk secara on the spot melukis Agresi Militer Belanda II di Yogyakarta, 1948, sampai akhirnya tercipta puluhan lukisan "revolusi di mata bocah" yang tak ada duanya di dunia. Pada 1950 Dullah diminta Presiden Sukamo menjadi Pelukis Istana. Jabatan yang sangat prestisius! "Di Istana, saya jadi dekorator, penasihat, pendamping, dan pengkritik Presiden. Tapi, banyak yang tak tahu, di Istana saya juga jadi pesuruh, tukang ngecat tembok, penghibur anak-anak Sukamo, tukang tambal talang bocor...."
Agus Dermawan T, pengamat seni yang bergaul erat dengan Dullah, menyusun dongeng kehidupan yang heboh itu dengan menarik, dari masa kecil sampai meninggalkan kita semua. Buku ini ditulis dalam rangka "100 Tahun Dullah" yang luput dari perayaan.
Kritikus seni rupa kelahiran Rogojampi (Jawa Timur), 29 April 1952 ini menempuh pendidikan di Sekolah Tinggi Seni Rupa Indonesia "Asri" Yogyakarta. Menulis sejak 1974 dan lebih dari 1000 judul tulisannya telah dipublikasikan di Kompas, sinar Harapan, Suara Pembangunan, Media Indonesia, Tempo, Gatra, Femina, Editor, Horison, Republika dna sebagainya. Belasan buku monografinya telah terbit, di antaranya tentang pelukis Widajat, Basoeki Abdullah, Dullah, Dede Eri, Supria, Hendra Gunawan, Nyoman Gunarsa, Arie Smit, Krijono, Koempoel. Sebagai penggemar wisata ia kerap melakukan pinik seni rupa ke berbagai negara.