Petaka itu tiba. Sialnya petaka itu malah menjadi alasan kuat bagi Ayah untuk mengandangkanku ke pesantren supaya tidak liat seperti anak yang kurang perhatian.
Hanya satu jalan keluarnya: masuk ke pesantren. Pun tak ada pilihan lain bagi Larang. Demi sang Ayah yang tak sanggup membayar biaya masuk SMA. Demi sang Ibu yang menginginkannya untuk selalu menjaga shalat lima waktu. Dan, demi dirinya sendiri agar bisa melupakan cinta pertamanya.
Hari-hari di pesantren memberikan warna baru di kehidupan Larang. Bukannya belajar ilmu agama, Larang malah sibuk dengan ritual-ritual aneh yang dijalaninya bersama kedua sahabatnya di pesantren. Hingga tiba-tiba sebentuk penyesalan data padanya. Jika mampu, Larang pasti sudah memutar balik waktu. Namun, jika tidak?