“Aku dibunuh… aku tidak bersalah….”
Kata-kata itu terus mereka ucapkan di hadapanku sebelum kupercepat ajal mereka ke
malaikat maut.
Dan kemudian gadis itu datang, menempati kamar di sebelah. Awalnya, aku cuma ingin
menganggunya sebentar karena suara dan ekspresi ketakutannya yang sangat
menyenangkan. Tapi, dia malah bertindak gegabah dan mencari tahu keberadaanku.
Permainan tetap harus berjalan selama hasrat ini belum terpenuhi. Aku ini lebih pintar
daripada siapa pun. Pintar memutar kata-kata, pintar memakai topeng “anak baik”, dan
pintar menjadikan mangsanya tidak berdaya. Aku yang akan mengantarkannya ke
kamar nomor 18, yang berada tepat di sebelah kamarnya—kamar yang menyimpan
semua rahasiaku.
"Jangan takut, rasa sakitnya cuma sebentar setelahnya kau akan tertidur dengan tenang
selamanya."
Tentang Penulis :
Khansa Azura Nunadine, lahir di kota yang mempunyai kalimat “Bumi Pasundan lahir
ketika Tuhan sedang tersenyum”. Lahir pada 17 Juli 2009 dan sekarang sedang
bersekolah di SMP Pasundan 1 Bandung. Hahaha, mungkin kalian kaget waktu baca ini.
Hobinya hanya tidur dan mencintai Haechan, tapi tertarik untuk menulis cerita. Dari
situ, saya mempelajari banyak hal tentang dunia kepenulisan. Intinya, semua orang bisa
berkarya dan tidak ada batasan umur untuk berkarya.