Dalam pergolakan menjelang dekade abad keenam belas, Kekaisaran Jepang menggeliat dalam kekacau-balauan ketika keshogunan tercerai-berai dan panglima-panglima perang musuh berusaha merebut kemenangan. Benteng-benteng dirusak, desa-desa dijarah, ladang-ladang dibakar.Di tengah-tengah penghancuran ini, muncul tiga orang yang bercita-cita mempersatukan bangsa. Nobunaga yang ekstrem, penuh karisma, namun brutal; leyasu yang tenang, berhati-hati, bijaksana, berani di medan perang, dan dewasa. Namun kunci dari tiga serangkai ini adalah Hideyoshi, si kurus berwajah monyet yang secara tak terduga menjadi juru selamat bagi negeri porak-poranda ini. Ia Lahir sebagai anak petani, menghadapi dunia tanpa bekal apa pun, namun kecerdasannya berhasil mengubah pelayan-pelayan yang ragu-ragu menjadi setia, saingan menjadi teman, dan musuh menjadi sekutu.
Pengertiannya yang mendalam terhadap sifat dasar manusia telah membuka kunci pintu-pintu gerbang benteng, membuka pikiran orang-orang, dan memikat hati para wanita. Dari seorang pembawa sandal, ia akhirnya, menjadi Taiko, penguasa mutlak Kekaisaran Jepang.Taiko merupakan karya besar Eiji Yoshikawa, penulis bestseller internasional, yang berisi pawai sejarah dan kekerasan, pengkhianatan dan pengorbanan diri, kelembutan dan kekejaman. Sebuah epik yang menggambarkan kebangkitan feodal Jepang secara nyata.
Nama aslinya Hidetsugu Yoshikawa, lahir pada tahun 1892 di dekat Tokyo. Ia berasal dari keluarga samurai miskin. Kesulitan keuangan dalam keluarganya menyebabkan Yoshikawa terhenti sekolah di SD. Ia lalu bekerja macam-macam untuk bisa hidup, termasuk bekerja di galangan kapal. Usia 19 tahun ia pindah keTokyo dan mulai menulis senryu atau haiku lucu. Haiku ialah puisi pendek khas Jepang yang sangat indah. Sesudah dua tahun menjadi reporter di Maonichi Shimbun, ia memantapkan diri menjadi novelis profesional. Berbagai jenis novel ditulisnya : humor, thriller, roman. Tidak jarang ia menulis sekaligus tiga novel. Semuanya ditulis menggunakan nama samaran, sebelumnya akhirnya ia memutuskan memakai nama samaran Eiji. Sejak tahun 1930, terjadi perubahan pada gaya penulisannya. Ia mengekspresikan pandangan-pandangan zamannya dengan setting masa lampau atau sejarah. Selama perang dengan Cina, ia menulis laporan-laporan perjalanan. Dan sementara itu ia menyelesaikan terjemahan/adaptasi kisah populer Cina, Kisah tentang Tiga Kerajaan. Sampai saat meninggalkannya pada tahun 1962, Eiji Yoshikawa menjadi salah satu novelis terkenal dan paling disukai di Jepang.