Sebagai dosen, Astuti betul-betul bingung menghadapi Tommy, mahasiswanya. Lelaki itu sengaja mencari-cari perhatiannya. Misalnya, terus-menerus bertanya, atau selalu paling dulu menjawab, atau menegur kapan pun bertemu dengannya, dan rasanya ia selalu bertemu dengan lelaki itu di mana pun. Tommy sangat cerdik, dan dengan terang-terangan memperlihatkan dirinya sangat mengagumi dan menyukai Astuti.Astuti resah. Berbagai cara ia lakukan agar Tommy kapok berhadapan dengannya. Ia merasa Tommy sedang menguji kewibawaannya, mentang-mentang usianya lebih tua. Tapi ternyata Tommy tak mudah ditaklukkan. Lelaki itu memang pandai. Ia bisa menjawab semua pertanyaan dengan baik. Tugas-tugasnya nyaris sempurna. Bahkan sikapnya pun selalu sopan. Tak ada alasan bagi Astuti untuk memojokkannya.Tragisnya, lelaki itu berhasil menciumnya. Bukannya menegur kekurangajaran Tommy, Astuti malah membalas ciuman lelaki itu dengan sama bergairahnya. Astuti semakin galau. Dosen macam apakah dia, yang menyukai mahasiswanya sendiri.Namun perasaan cinta memang tak bisa dibohongi. Ketika Tommy terpaksa cuti kuliah karena pergi ke luar kota, suasana kampus tidak lagi sama bagi Astuti. Hari-harinya terasa hambar, kosong, tanpa kehadiran mahasiswanya yang bengal namun dicintainya itu.
Maria A. Sardjono sudah menulis sejak remaja tetapi baru dipublikasikan mulai tahun 1974. Hingga kini karyanya berjumlah 80 buku, sebagian dimuat sebagai cerita bersambung terlebih dulu, 150 cerpen, belasan cerita anak-anak, beberapa naskah sandiwara radio, satu buku ilmiah, dan puluhan artikel tentang berbagai macam topik. Ia adalah sarjana Filsafat Sosial Budaya dan master di bidang Filsafat Humaniora. Ia menikah dengan A.J.Sardjono dan dianugerahi empat putra yang semuanya sudah beranjak dewasa