Kehidupan perkawinan bukan hanya indah, bukan hanya agung, tetapi mulia. Keindahan bisa berubah karena gairah bisa berkurang, bisa bertambah. Keagungannya bisa sementara teraling mendung. Namun kemuliaannya tetap sama, selamanya. Sebab kemuliaan itu adalah ketika kita menunjukkan layak dicinta dan mencinta. Itulah kemuliaan dalam kemuliaan Tuhan.
Kira-kira begitulah gagasan yang dicetuskan Jati Sukmono, sudesi---sukses dengan satu istri.
Tetapi apakah seorang Jati Sukmono yang menggelorakan dan merumuskan hubungan istri-suami masih bisa konsekuen, kalau percobaan itu terjadi pada dirinya? Kalau istrinya ternyata menjalin kembali hubungan dengan kekasihnya semasa sekolah dulu, dan ternyata Agus---yang selama ini dianggapnya anak kandungnya---adalah buah penyelewengan itu? Apakah Jati Sukmono masih bisa bercerita tentang bagaimana memaafkan? Apa topangan sikapnya?
Dalam Sudesi ditulis rahasia yang menetas dari pengalamannya sebagai suami selama 20 tahun lebih, serta kenapa perkawinan merupakan jawaban cinta, dan bukan pertanyaan.
Seorang yang sangat terkenal di bidang jurnalistik, penulisan dan sinetron. Lahir di Solo 26 November 1948. Sempat kuliah di IKIP Solo selama beberapa bulan, lalu mengikuti program penulisan kreatif di Iowa University, Iowa City, Amerika Serikat (1979). Prestasinya sungguh luar biasa. Banyak karyanya yang telah disinetronkan dan mendapat penghargaan, diantaranya Keluarga Cemara, Becak Emak, yang terpilih sebagai Pemenang Kedua Buku Remaja Yayasan Adikarya IKAPI 2002. Bahkan karena prestasinya pula, dia sempat masuk penjara selama lima tahun!Kini ia mengelola penerbitan sendiri yang diberi nama Atmo Group. Ia tinggal di Jakarta dengan seorang istri yang itu-itu saja, tiga orang anak yang sudah dewasa,seorang cucu yang lucu, seekor anjing setia, ratusan lukisan buatan sendiri selama di penjara serta sejumlah pengalaman indah yang masih akan dituliskan.