"... Semaraknya intrik politik untuk menjegal orang, atau partai lain, membuat saya berpikir bahwa kita tak kunjung belajar dari kepahitan demi kepahitan yang pernah terjadi. Kekuatan suatu pihak membuatnya lupa membangun kebersamaan dengan pihak lain. Kita mungkin tak memiliki karma, bangsawan yang terbuang tetapi tetap satria, tetap tak bias dibutakan oleh kemakmuran duniawi. Kita mungkin Duryudana yang gagah, anggun, dan tabah bermegah diri di atas kesulitan pihak lain. Kita mungkin Duryudana yang tetap garang dalam kekalahan, sambil berkata kalah ditanggung wong akeh. Termasuk rakyat. Mungkin kita gagah membangun rasa damai yang merata. Mungkin kita sedang membangun dendam".
Lahir di Bantul, Yogyakarta 7 Agustus 1952. Mimpinya dulu adalah menjadi ahli agama; untuk itu ia ingin sekolah di PGA dan IAIN. Tapi nasib melemparkannya ke Sekolah Pekerjaan Sosial Atas, kemudian ke UI di Dep. Sosiologi. Sekarang ingin sekali masuk dunia pesantren.Intelektual muda keluaran Monash, Australia, ini amat tertarik pada kehidupan orang kevil. Itulah yang membuat dia pernah bekerja di Christian Children`s Fund tahun 1978-1979; dan sampai tahun 1993 bekerja pada Divisi Komunikasi Yayasan Indonesia Sejahtera, sebuah LSM di Jakarta.