Namaku Happy, dan seperti harapan saat kedua orang tuaku memberi nama ini, semestinya aku orang yang selalu bahagia. Aku mencintai sahabatku melebihi segalanya, termasuk diriku sendiri. Tapi, tak pernah bisa mengungkapkannya. Aku takut persahabatanku lenyap, hanya karena satu kata itu; cinta. Dan ketika ia memintaku untuk melamarkan kekasihnya yang juga sahabatku, entah kenapa hatiku perih, seperti tertusuk pisau karatan dengan perlahan, lalu menghujam di ulu hati yang terdalam. Langit Jakarta, Kota Batu di Malang, dan sungai Chou Praya Thailand mungkin bisa jadi obat sakit hati ini. Aku yakin, hanya jarak dan waktu yang akan menyembuhkan. Tapi, haruskah aku melupakan cinta ini?