Pemenang Pulitzer Prize untuk Fiction.
Apa jadinya kalau seorang pendeta dihadapkan pada pilihan antara membunuh atau terbunuh? Bagaimana cara dia menyelamatkan orang lain di saat jiwanya sendiri terancam? Dan jika semua manusia diciptakan sama, mengapa ada perbudakan di muka bumi? Dilema-dilema moral inilah yang dihadapi Kapten March, saat dia pergi meninggalkan keluarga yang begitu dicintainya untuk mendukung perjuangan kubu Union dalam Perang Saudara.
Segala kematian, kekejaman, dan ketidakadilan yang disaksikannya telah menorehkan trauma fisik dan psikis yang begitu dalam, juga membuatnya meragukan segala nilai dan prinsip yang sebelumnya dia junjung tinggi. Tetapi dilemanya yang terbesar adalah mengenai kesetiaan. Ya, di tengah kehancuran itu dia dipertemukan kembali dengan seorang perempuan dari masa lalunya. Kapten March merasa akhirnya dia punya kesempatan menebus kesalahannya kepada perempuan itu, tetapi berarti dia harus mengkhianati istrinya. Apa pilihan yang kemudian diambilnya? Benarkah derita dan luka perang tak akan pernah bisa disembuhkan?
Penulis dan jurnalis dari Australia ini, besar di 'suburb' Barat Sydney. Selama di sekolah menengah ia di didik oleh susster-suster biara. Ia kemudian sekolah di Sydney University dan bekerja sebagai reporter untuk salah satu koran terbesar di Sydney, "The Sydney Morning Herald".
Ia mendapatkan gelar Master dalam Jurnalisme dari Columbia University di New York tahun 1083 dan bekerja di "Wall Street Journal" di mana ia meliputi krisis yang ada di Timur Tengah, Afrika dan Balkan.
Brooks menikah dengan Tony Horwitz di Tourette-sur-loup, Prancis, 1984. Mereka dikarunia satu anak dan selalu berbagi waktu antar Australia dan Amerika.