“Nilai kamu berapa, Rizki?†tanya Pak Guru. “Ini Pak, tidak terlalu tinggi,†ujarku singkat sambil memperlihatkan ijazahku. “Kok, bisa segini, sih? Harusnya kamu SMS saya dulu sebelum UN Matematika.Padahal, malam sebelumnya saya sudah kasih anak-anak kunci jawaban lewat SMS. Yang saya kasih itu umumnya dapat nilai 9,67, lho.†*** Rizki yang awalnya menaruh harapan besar pada sekolah yang mampu mengajarkan banyak hal, seketika patah hati. Hanya karena menolak lembar contekan jawaban ujian yang beredar di kalangan para siswa, Rizky dianggap aneh. Belum lagi gara-gara keterlambatannya membayar SPP setiap bulan, Rizki nyaris menjadi sasaran sindiran para guru tiap pengambilan raport tiba. Diskriminasi yang terjadi berulang kali membuat Rizki mengambil keputusan besar: berhenti dari sekolah. Ia memilih belajar dengan caranya sendiri. Menciptakan sistemnya sendiri. Rizki berlaku layaknya Tarzan, mendobrak pakem dan menemukan cara-cara liar dalam belajar di dunia sesungguhnya! —Wahyu Aditya, creativepreneur dan penulis Sila ke-6: Kreatif Sampai Mati Benar-benar menciptakan kotak baru (new box): mengubah sekolah yang membelenggu menjadi membebaskan. —J. Sumardianta, pendidik dan penulis Guru Gokil Murid Unyu Sebuah oasis jika anda mencari contoh nyata mengenai kemurnian niat, kekukuhan integritas, dan semangat melayani dalam memberikan akses pendidikan terbaik bagi teman-teman kita yang kurang mampu dan putus sekolah. —Widharmika Agung, founder Indorelawan.org Sekolah bukan sekadar bangunan mewah, melainkan apa yang dapat dipelajari kemudian diaplikasikan untuk berbagai kebaikan. —Sanny Djohan, CEO PT Kuark Internasional