Aku berdiri pada sebuah ruang. Letak kecemasan sudah jelas tersirat dalam relung. Hari ini aku seperti layang-layang yang lepas tak terkendali dalam bayang. Bibirku tak pernah lelah untuk meyakinkan diri, bahwa aku akan baik-baik saja. Tanganku gemetar. Pikiranku terbang bersama harapan-harapan yang aku lahirkan sendiri. Beberapa pesan datang bertubi-tubi untuk saling menguatkan. Aku mengusap tanganku beberapa kali. Aku menenangkan diri dalam kemelut hati sendiri. Aku mencoba untuk menguatkan pijakan. Walaupun aku tahu, aku sedang berada pada jurang penantian. Sudah sepuluh hari aku menantikan jawaban atas pertanyaan yang selalu berkecamuk dalam pernyataan. Hari ini aku akan mengetahui bagaimana hasil yang sudah ditetapkan. Tiba-tiba perwakilan dari Balitbang Kemenkes meneleponku. Degup jantung berdetak semakin kacau. Beberapa kali aku menghela napas panjang. Aku menuntaskan ketegangan untuk sementara waktu. Suara itu jelas mengatakan bahwa apa yang aku takutkan, akhirnya terjadi. Aku diam tak bersuara. Keheningan menjelma menjadi isak tangis. Aku berusaha untuk lapang dada. Badanku lemah. Pikanku melayang. Aku hanya merasakan, bahwa aku baik-baik saja. Awalnya, tidak ada gejala. Tidak ada kendala. Semua baik-baik saja. Kata-kata itu terus mengitari pikiranku. Hingga hari ini aku masih mengingat jelas kata demi kata, kalimat demi kalimat yang terucap dari perwakilan Balitbang Kemenkes itu. “Aku positif terjangkit virus corona.”