Kultural Ekonomi atau Kulturnomi berperan penting dalam memperkuat identitas lokal dan meningkatkan daya saing di pasar global. Berbagai produk dan layanan yang dihasilkan secara lokal memiliki nilai tambah karena keunikan dan keasliannya. Pendekatan adaptive reuse bisa menjadi pilihan efektif untuk mengangkat kebudayaan lokal. Misalnya, Samsara Living Museum di Bali yang memanfaatkan hutan bambu menjadi museum hidup, dan M Bloc di Jakarta yang menghidupkan kembali bangunan tak terpakai dengan semangat “Jaksel”. Menghidupkan kembali budaya adalah kunci untuk memperkuat peradaban kita. Buku ini secara mendalam mengeksplorasi berbagai praktek dan pemikiran Kulturnomi yang bukan hanya berdampak secara ekonomi dan penciptaan identitas, tapi juga mempengaruhi cara kita berpikir tentang diri kita dan dunia sekitar. Prolog: Filosofi kopi telah menjadi lebih dari sekadar kedai kopi bagi saya. Filosofi Kopi adalah sebuah perjalanan yang membawa perubahan besar dalam hidup, mengubah saya dari seorang profesional di sebuah agensi menjadi terlibat dalam dunia jenama dan pengembangan produk. Mengubah saya dari seorang praktisi periklanan menjadi aktivis ekonomi kebudayaan. Untuk mengenang kisah itu, mari simak sejenak sepenggal kisah saya dalam menemukan jati diri sebagai seorang makers dan penggerak. Sejak masa kuliah, di awal 1980-an saya sangat terpesona dengan brand asing. Mulai dari pakaian hingga aksesori, dari ujung kepala sampai mata kaki, saya selalu memilih produk luar negeri. Saya merasa bangga bisa memakai produk-produk tersebut, walaupun kadang harus memaksa anggaran yang seadanya. Ketika saya bekerja di agensi periklanan, pengaruh brand asing ini semakin kuat. Saya sering membaca majalah-majalah luar seperti Rolling Stone yang versi asli, memperhatikan iklan-iklan keren dari agensi multinasional yang mendominasi kreativitas dan mendapat banyak penghargaan. Bahkan, saya sampai membeli Absolut Vodka hanya karena iklannya sangat keren.