Murjangkung kembali memeragakan kepiawaian Laksana sebagai pendongeng yang mahir meramu humor dan tragedi."—Majalah Tempo
"Jawaban untuk setiap pertanyaannya berloncatan seperti katak-katak dalam film Magnolia."—Majalah Dewi
"Murjangkung ingin mengatakan bahwa: teks fiksi sebaiknya membuka keran imajinasi para pembaca untuk memiliki dunia dan atmosfer cerita yang khas...."—Harian Jawa Pos
***
Mereka datang 243 tahun sebelum negeri mereka menemukan kakus. Mula-mula mereka singgah untuk mengisi air minum dan membeli arak dari kampung Pecinan di tepi barat sungai; lima tahun kemudian mereka kembali merapatkan kapal mereka ke pantai dan menetap di sana seterusnya. Tuan Murjangkung, raksasa berkulit bayi yang memimpin pendaratan, membeli dari Sang Pangeran tanah enam ribu meter persegi di tepi timur sungai. Di sana ia mendirikan rumah gedong dan memagar tanahnya dengan dinding putih tebal dan menghiasi dinding pagarnya dengan pucuk-pucuk meriam.—“Bagaimana Murjangkung Mendirikan Kota dan Mati Sakit Perut”.
Murjangkung: Cinta yang Dungu dan Hantu-Hantu adalah kumpulan cerpen kedua A.S. Laksana setelah Bidadari yang Mengembara (buku sastra terbaik tahun 2004 versi Majalah Tempo).