Percaya kebetulan? Atau, lebih percaya semuanya sudah digariskan takdir? Tapi, kalau
setiap pertemuan dan percakapan acak terjadi dalam sebuah kebetulan, bagaimana? Itu
memang kebetulan atau takdir?
“Tatapannya nusuk banget, kayak gue punya salah sama dia.”
“Iya, ini emang saya. Nggak usah kaget gitu.”
Bagi Dhanu dan Rara yang sebagai mahasiswa tingkat akhir merasa skenario ini
membuat mereka seolah dipermainkan oleh takdir yang bernama kebetulan. Padahal,
mereka tak merasa punya benang merah berarti dalam hidup masing-masing selain
belajar di kampus yang sama, tapi ini membuat mereka terjebak tanpa alasan pasti.
Bersama tugas akhir, pencarian jati diri, stasiun radio, halte bus, dan luka yang belum
sembuh, mereka harus menghadapi kumpulan takdir ini demi belajar menghadapi
kerasnya dunia realita.
Yah, pada akhirnya skenario ini harus dimaklumi karena ini semua izin semesta.
Mungkin tanpa mereka sadari, pertemuan kebetulan ini terjadi sebagai pembelajaran
bahwa hidup tak semata mengenai lika-liku perjalanan tentang diri sendiri, tetapi juga
menerima dan memaknai hidup sebagaimana adanya.