Menginjak awal masa yang disebut “manusia usia lanjut” atau manula, Dini mengalami tambahan kesulitan dalam menyikapi kehidupan. Yang pertama adalah seringnya mengalami gangguan kesehatan, sedangkan hal kedua ialah sukarnya mendapatkan tenaga guna membantu mengurus rumah tangga serta Pondok Baca. Kebiasaan masa lalu, di mana kaum wanita berdatangan dari desa menuju kota untuk bekerja sebagai pembantu atau pamong balita, telah berubah. Mereka memilih menjadi karyawati di berbagai pabrik yang bertumbuhan di sepanjang jalan-jalan besar
pinggiran kota. Demi kepraktisan, Dini memutuskan akan bergabung ke suatu kelompok organisasi khusus bagi orang-orang berusia di atas 50 tahun. Dia tertarik kepada Yayasan Wredha Mulya, atau disingkat YWM, yang didirikan oleh Kanjeng Ratu Hemas, istri Sultan Hamengku Buwono ke-X. Menempati seluasan tanah milik Kraton, yayasan tersebut membangun rumah-rumah kecil yang
disebut Graha Wredha Mulya di kawasan Sendowo, Kaum perempuan di desa-desa nun jauh di pinggir hutan, di kaki gunung, atau di bibir pantai sering kali dipersepsikan sebagai kaum yang selalu tertindas, takluk pada budaya patriarki, polos, sederhana, dan lugu dalam masyarakat kita. Namun di dusun Lubuk Beringin, salah satu kampung di pinggir Taman Nasional Kerinci Seblat (TNKS) yang masuk wilayah kabupaten Bungo, provinsi Jambi, kita akan menemukan fakta yang berbeda dan menarik. Kita akan bertemu sekelompok perempuan yang luar biasa. Mereka, dengan
kesederhanaannya mematahkan mitos mengenai perempuan Melayu kampung yang tidak mengerti apa-apa. Mereka mungkin tidak mengerti dan tidak mengikuti perdebatan mengenai gender equality. Mereka bisa jadi tidak tahu apa itu capital flight. Bahkan sangat mungkin perempuan-perempuan ini tidak peduli dengan teoriteori dan juga regulasi mengenai lembaga keuangan. Tapi mereka adalah
organisator andal. Mereka adalah sekelompok jutawan tanpa mereka sadari. Mereka mengkreasikan kegiatan “yasinan” yang biasa-biasa saja menjadi arisan, yang kemudian terus mereka kembangkan menjadi lembaga keuangan yang kuat. Mereka mampu menahan aliran modal keluar dari desa untuk berbagai keperluan bersama. Bahkan sedikit banyak mereka telah menemukan jawaban
atas pertanyaan rumit mengenai keadilan gender—terutama keadilan akses dan kontrol terhadap sumber daya—dengan kaum laki-laki.