“Hadiahnya apa?” tanyaku lagi, memastikan. "Kamu nggak salah denger, kok," kata Kak Zahra sambil tersenyum. "Hadiahnya The Thirteen Books of Euclid's Elements Dari volume satu sampai tiga.” Dari awal mendengarnya, aku sudah bersemangat. Mendengarnya ditegaskan lagi, membuatku semakin bersemangat. "Aku harus ikut!" seruku dengan mantap. Kukira Kak Zahra akan tersenyum senang dan mendukung keputusanku dengan langsung memberikan referensi untuk belajar dan mempersiapkan diri. Tapi anehnya, Kak Zahra malah terlihat agak bersalah. "Sayangnya, kamu nggak bisa ikut lomba cerdas cermat itu." Aku mengerutkan keningku. "Maksudnya? Kakak barusan ngasih tahu aku lomba cerdas cermat yang hadiahnya buku Euclid's Elements tapi aku enggak bisa ikut? Kenapa? Kakak pikir aku nggak bisa? Kalau gitu, aku mau belajar lebih giat lagi." "Bukan gitu, Aira," kata Kak Zahra. "Kakak yakin banget kamu bisa menang. Tapi masalahnya, lomba cerdas cermat ini berkelompok." "Emang Kakak nggak bisa cari anak lain yang mau ikutan? Murid Kakak di tempat lain? Kakak kan enggak cuma ngajar aku, tanyaku sambil menatap perempuan berumur awal dua puluhan di depanku itu. Kak Zahra menggeleng sambil tersenyum menyesal. "Kakak udah tanya sama mereka, mereka enggak berminat. Waktu Kakak bilang ada lomba cerdas cermat Matematika, mereka udah pesimis duluan. Nggak ada murid Kakak yang semangatnya sebesar kamu dalam belajar. Alasan mereka semua homeschooling emang beda beda. Tapi yang karena terlalu pintar, cuma kamu" Aku menghela napas. "Terus gimana, Kak? Aku pengen ikut." "Kakak juga enggak tahu. Lagi pula, Aira, kalau kamu mau ikut lomba itu, kamu harus bawa nama sekolah resmi. Iya bisa sih, dari instansi tempat Kakak kerja, tapi yang lebih diutamakan sekolah resmi," kata Kak Zahra.