INI KISAH tentang ingatan perjuangan hidup sorang manusia yang hidup di tiga zaman: Hindia-Belanda, pendudukan Jepang, dan Indonesia Merdeka. Terlahir sebagai campuran China-Eropa dengan nama Tionghoa Bun Kim Heng, Bunawijaya adalah fi gur seorang nasionalis sejati. “Indonesia merupakan tanah di mana saya telah dilahirkan dan di mana saya mencari nafkah. Harus saya bela,” katanya tegas. Buna, demikian dia biasa disapa, adalah jenis manusia yang bisa guyon dalam keseriusan dan serius dalam guyonan. Namun ada kalanya kejenakaannya menjadi sebuah ironi atas hal-hal yang terlampau dipandang serius di negeri yang ia cintai ini. Bagi dia, hidup semestinya dijalani dengan enteng dan relaks. Kendati demikian, “Kita harus jujur dan harus disiplin. Kalau tidak jujur atau tidak disiplin, kita sendiri yang akan hancur di belakang hari.” Berkat kedisiplinan itulah ia bisa menjadi anggota Timnas bola basket Indonesia (1954-1962) dan dijuluki sebuah majalah di Filipina sebagai the fastest (basket) player in Asia. Berpadu dengan kejujuran, dia sukses sebagai seorang pengusaha. Kini, berbekal kedisiplinan pula dia mampu menapaki jejak sebagai seorang pelukis hingga beberapa kali pameran. Ya, ini kisah tentang Bunawijaya, seorang yang pergaulannya sangat luas, bukan hanya kalangan olahragawan, pengusaha, dan diplomat, tapi juga sampai ke tokoh-tokoh politik nasional. “Saya cuma kepingin punya banyak teman. Saya pengin tidak sendirian, di mana pun dan kapan pun. Saya tahu benar, tidak ada siapapun yang tahan untuk tidak berteman, meskipun dia seorang yang kelihatannya pendiam sekalipun,” ucap Buna.