Harga Resmi | : | Rp. 42.000 |
Harga | : | Rp. 31.500 (25% OFF) |
Ketersediaan | : | Stock di Gudang Supplier |
Format | : | Soft Cover |
ISBN | : | 6029536060 |
ISBN13 | : | 9786029536065 |
Tanggal Terbit | : | Juli 2013 |
Bahasa | : | Indonesia |
Penerbit | : | MOTION PUBLISHING |
Dimensi | : | 205 mm x 130 mm |
Di luar, ia tangguh dan berani. Jurnalis yang tak ragu terjun di medan-medan berbahaya. Di Thailand Selatan, ia nyaris tewas akibat ledakan bom. Dalam huru-hara berdarah saffron revolution (Burma), ia bagai dihadang pisau bermata dua; diringkus junta militer atau jadi sasaran penembak jitu. Di dalam, ia rapuh sempurna. Selepas kepergian Timor, serasa tamat hidupnya, begitu gemar ia mendekati maut. Tapi, Tun menyalakan gairahnya. Cintanya pada Tun adalah nyawa bagi hidupnya yang kedua. Sejatinya ia tak perlu jauh-jauh mencari mati, sebab tubuhnya ternyata menyimpan sebab kematian yang lebih jitu; kanker payudara. Tiba-tiba ia berbalik, berjuang mempertahankan hidup, menunggu kedatangan Tun, yang menghilang setelah prahara. Ia ingin bahagia bersama Tun sesaat saja.
Nina terobsesi merancang kematiannya sendiri. Kalau boleh memilih: cara mati seperti apa yang ingin ia alami? Ketertarikan pada kematian, adalah salah satu pikat terbesar manusia sejak masa purba. Manusia Neandertal seratus ribu tahun lalu, telah melakukan ritual menghadapi kematian. Kegentaran pada maut tampaknya juga masih akan hadir beribu tahun mendatang. Karena orang tak pernah tahu apa yang terjadi setelah mati. Mereka yang mati, kecuali mungkin Lazarus, tak pernah bangkit kembali. Dan mereka yang pergi itu, tak pernah berbagi cerita apa yang terjadi di balik sana. TUN menarik antara lain karena keinginannya mengakrabi soal mati.
(Tosca Santoso, penulis novel Sarongge)
TUN adalah sebuah novel yang kaya. Di dalamnya, kisah cinta biografis yang kadang berlebihan berselang-seling dengan reportase jurnalistik ihwal konflik kemanusiaan dan renungan panjang tentang kematian. Meski lebih banyak bercerita tentang kematian dan bagaimana cara-cara menjemput ajal, pada akhirnya TUN adalah novel tentang kehidupan dan bagaimana kita harus menghadapinya dengan keras kepala.
Haris Firdaus (jurnalis dan penulis esai)