Istilah korupsi tidak secara spesifik ditemukan dalam Al-Qur’an dan hadis. Namun demikian, korupsi dapat dikategorikan sebagai tindakan yang dilakukan dengan sadar untuk memperkaya diri atau orang lain dengan cara-cara tidak sah (bâthil). Dalam konteks ini korupsi memiliki kesamaan dengan menyogok, me-mark-up, curang, menipu, memanipulasi, penyelewengan, penggelapan (ghuluw), cara-cara lain yang menyebabkan kerugian orang atau pihak lain. Korupsi sebagai perilaku tercela dapat menimbulkan kerusakan mental, spiritual dan relasi sosial berbangsa dan bernegara. Mental koruptif akan mendorong seseorang untuk terus mengejar keuntungan meski melanggar rambu-rambu agama dna norma hukum. Secara spiritual, jiwanya mengering dan tak mampu menangkap bahasa langit akibat tumpukan dosa yang menutupi mata batinnya. Dalam bidang sosial berbangsa dan bernegara, dampak itu lebih besar dan massif karena dapat meruntuhkan eksistensi negara dan bangsa. Ada banyak referensi kehidupan para tauladan yang bisa menjadi rujukan kita dalam menyikapi bahaya korupsi. Rasulullah Saw. dan para sahabatnya adalah sosk-sosok yang begitu tegas dan nyata melawan penyimpangan perilaku koruptif. Begitu pula dengan Umar bin Abdul Aziz yang tak kalah tegas dalam menolak gratifikasi. Ini semua adalah cermin kehidupan yang harus kita jadikan contoh. Pencegahan dari bahaya korupsi dapat dimulai dari hal-hal mendasar. Tasawuf sebagai bagian dari khazanah Islam, memberikan panduan bagi setiap kita untuk menumbuhkan imunitas jiwa agar terjaga dari berbagai keburukan, termasuk dari bahaya korupsi. Tasawuf membimbing kita bagaimana seharusnya kehidupan ini dijakankan.