Apa yang terjadi pada pikiran kita selama pandemi, bencana alam, serangan teroris, dan musibah ekstrem lainnya? Entah natural atau buatan manusia, lokal atau global, bencana memengaruhi pikiran dan perilaku kita pada dua “wilayah” baik pada tingkat pribadi maupun masyarakat. Bahkan, krisis yang biasa terjadi dalam kehidupan pribadi kita, contohnya kehilangan sebuah pekerjaan atau berakhirnya sebuah hubungan, memicu perasaan yang meluap-luap tak tertahankan. Pada tingkat masyarakat, kecemasan kolektif kelompok ditambah dengan tekanan moral untuk menyesuaikan, bisa mengirim kita semua ke jalan menuju kehancuran. Kenapa ini terjadi dan, melalui pemahaman psikologi manusia, bagaimana kita dapat mencegahnya di masa depan? Dalam buku yang sangat orisinal dan ditulis dengan menarik ini, penulis Christopher J. Ferguson meneliti bagaimana pandemi, bencana alam, serangan teroris, dan peristiwa histeria massal lainnya memengaruhi psikologi kita dan mencegah kita untuk merespons, mengantisipasi, atau belajar secara tepat dari peristiwa tersebut. Dari kepanikan menimbun kertas toilet selama karantina massal pandemi COVID-19, hingga terputusnya hubungan antara prosedur dan praktik terkait penanganan kebakaran hutan besar-besaran, hingga perdebatan tentang sains di balik bencana iklim, dan pergeseran setelah peristiwa traumatis seperti 9/11 dan pembunuhan George Floyd, The Psycology of Catastrophe menggunakan studi kasus mendalam untuk mengungkap bagaimana momen pergolakan masyarakat memengaruhi psikologi warga. “Meskipun kami sering gagal memprediksi, merespons, dan belajar dari bencana, kami telah membuat kemajuan yang luar biasa.” Ferguson menyimpulkan dengan menawarkan strategi untuk membantu kita membuat pilihan yang lebih baik selama krisis dalam hidup kita sendiri dan memberikan solusi agar kita sebagai masyarakat dapat mengatasi kemalangan dengan lebih baik di masa depan.