normal
20%
OFF
Tambah ke Keranjang Belanja
Atau
Tambah ke Daftar Keinginan

Di Balik Teduh Segara Jawa (Soft Cover)
oleh Mustofa Najib

Harga Resmi : Rp. 85.000
Harga : Rp. 68.000 (20% OFF)

Ketersediaan : Stock di Gudang Supplier

Format : Soft Cover
ISBN : 6239853712
ISBN13 : 9786239853716
Tanggal Terbit : 12 April 2022
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Mizan



Deskripsi:

Kapal besar itu melaju, bergoyang ke kanan dan ke kiri karena hantaman ombak, persis seperti laki-laki tambun yang sedang menari Tango. Di atas selasar itu, pikiran Alwi menerawang ke Semarang, membayangkan Amina, istrinya, yang mungkin kini tengah kebingungan menanti kabar tentang dirinya.

Alwi harus menghadapi pergesekan ideologi, pengkhianatan, dan penyitaan seluruh kekayaan yang nyaris membuat dirinya dilumat putus asa. Walaupun di dalam diri Alwi mengalir darah Arab, tetapi baginya Hindia Belanda adalah tumpah darahnya.

Sebuah novel berlatar belakang sejarah yang memprovokasi kita untuk kembali ke akar dan menemukan jati diri kita sesungguhnya.

 

 

Alwi adalah seorang Hadhrami (Keturunan Arab) yang mencintai Indonesia seperti layaknya tokoh-tokoh perjuangan bumiputra yang hidup di tahun 1920-an. Ia kehilangan segala-galanya, sempat putus asa, lalu bangkit kembali merebut yang hilang darinya. Termasuk mengadili seorang pengkhianat yang menganggapnya hanya orang asing yang tak pantas berjuang untuk kemerdekaan Hindia Belanda.

 

Dengan bahasa yang mengalir, novel “Di Balik Teduh Segara Jawa” ini dengan eksotis memotret zaman kekuasaan Hindia Belanda saat Sarekat Islam dan gerakan Komunisme berebut tempat di hati rakyat jelata.

 

Buku ini layak dibaca oleh siapa saja yang merasa sering terjebak di dalam identitas diri semu dan kehilangan jati dirinya sebagai anak Indonesia.

?Haidar Bagir, Direktur Utama Mizan Group

 

Alwi, Cermin Indonesia Keturunan Arab

 

Mengintip satu spot kehidupan Indonesia seabad lalu bisa dengan berbagai cara, termasuk membaca novel berlatar sejarah ini. Di Balik Teduh Segara Jawa, novel kedua karya Mustofa Najib ini bukan sekadar membuat pembaca larut mengikuti narasi yang disampaikannya, melainkan serasa masuk ke lorong waktu, ke seratus tahun yang lalu, ketika negara bernama Indonesia belum lahir, masih dikangkangi penjajah Belanda. Pada tahun 1920 itulah pemeran utama novel ini, Alwi dengan istrinya, Amina, mengisi setiap lembar kisah. Mulai upaya “buang diri” pria yang digambarkan sebagai keturunan Arab ini ke Bombay menggunakan kapal uap mewah milik maskapai P&O and British India ke Al-Aswad, sampai di akhir cerita yang tak elok kalau disampaikan semua di sini.

 

Benar, novel berlatar sejarah ini berfokus pada sosok Alwi, aktivis buruh yang tergabung dalam Sarekat Islam yang didirikan HOS Tjokroaminoto, yang di kemudian hari kecenderungan aliran politik komunismenya sangat kental, khususnya tergambar dengan sosok Semaun yang juga tersebut dalam cerita. Semaun yang dekat dengan tokoh komunisme Belanda, Sneevliet, menjadi

tokoh antagonis, meski tidak terlalu berperan dalam kisah Alwi, yang sesungguhnya tidak selalu sejalan dengan pandangan politikus yang kelak dikenal sebagai tokoh pemula paham komunisme di Indonesia itu. Di sisi lain, Sneevliet meski totok Belanda, ia tidak disukai oleh pemerintah kolonial Belanda karena membenturkan secara frontal kaum proletar dengan pemodal.

 

Karena aktivitas politiknya terutama pada pergerakan buruh itulah Alwi harus berurusan dengan polisi Hindia Belanda yang dikenal sangat kejam dan tanpa kompromi itu di daerah di mana ia tinggal, Semarang. Berpolitik adalah panggilan jiwa, kendati orang-orang terdekatnya, sesepuh Alwi mengingatkan agar ia menjauh dari aktivitas politik yang bisa membahayakan dirinya dan keluarganya. Terbukti di kemudian hari pengadilan pemerintah Hindia Belanda menyita seluruh kios miliknya sekaligus membekukan asetnya. Sebagaimana keturunan Arab awal di negeri ini, cukuplah berdagang saja. Sedangkan aktivis yang dilakukan Alwi benar-benar sebuah pergerakan buruh, tergabung dalam serikat buruh yang menuntut hak dan di mata pemerintah kolonial sudah mulai meresahkan pemerintah Hindia belanda, bahkan menggoyang pemerintahan yang selama ini adem ayem saja.

 

Bukan tanpa alasan Alwi memasuki arena politik, sebab meski Sarekat Islam berpandangan komunis, ia berkilah apa yang dilakukannya hanyalah berbuat dan berbicara atas nama Islam dan kemanusiaan, bukan komunisme. Akan tetapi, polisi Hindia Belanda tetap melihatnya sebagai ancaman. Di sini tergambar, komunisme sejak awal kelahirannya dianggap sebagai ideologi yang sangat berbahaya, yang mewarnai peta perpolitikan global pada masanya, termasuk setelah Indonesia merdeka yang berujung pada peristiwa berdarah itu. Alwi harus menanggung akibat politik yang ditempuhnya. Novel Segara Jawa tidak lepas dari intrik dan konflik, seperti Burhan sebagai pengkhianat dan mata-mata Belanda yang mati terbunuh oleh belatinya sendiri dalam sebuah perkelahian, lengkap dengan romantisme di dalamnya.

?Pepih Nugraha, pendiri Kompasiana, pegiat literasi

 

Begitu banyak yang menarik dari buku ini. Selain mengajak kita bernostalgia akan sejarah bangsa, buku ini juga menyajikan cerita sederhana yang dikemas secara apik dan mudah menarik minat pembaca karena gaya bahasanya yang ringan, serta mampu membangkitkan sisi nasionalisme kita di tengah budaya Islam yang menjadi mayoritas di Indonesia.

?Marializia Hasni, Jurnalis Metro TV, MC & Public Speaker

 

 


Kategori dan Rangking Bestseller:

Review Konsumen:
5 -
4 -
3 -
2 -
1 -
Jadilah yang Pertama untuk Review
Tulis Review Anda
Tulis Review Anda