Mutiara yang copy writer dan Zona yang art director bekerja di perusahaan periklanan yang sama di Jakarta. Keduanya saling naksir, tapi sama-sama sok jaim. Mutia selalu bete menghadapi Zona yang selengekan, sementara Zona sering gondok dengan sikap Mutia yang dianggapnya superjutek.Menjelang akhir tahun 2004, LSM tempat Zona menjadi anggota gerakan pelestarian alam menugasinya menyelidiki suatu proyek yang sedang berlangsung di Taman Nasional Gunung Leuser, NAD. Zona pergi ke Banda Aceh, tapi sebelum ia melanjutkan perjalanan menuju Leuser, datang musibah mahahebat tsunami.
Zona lenyap tanpa kabar, tanpa jejak. Mutia menanggalkan ke-jaim-annya dan nekat berangkat ke Banda Aceh yang porak-poranda. Ia bahkan mengais-ngais tumpukan jenazah demi menemukan Zona. Ketegaran Mutia menumbuhkan simpati Dr. Sakti, ahli bedah muda yang rela putus dengan pacarnya demi menjadi "relawan abadi" bagi para korban tsunami. Tepat di pusat bencana, Dr. Sakti berjuang membunuh rasa kasmarannya terhadap Mutia dan justru ikut membantu mencari Zona.Apa yang sebenarnya telah menimpa Zona? Masih selamatkah dia? Ataukah Zona sudah tewas juga? Sampai kapan Mutia akan bertahan mencarinya?Romantis dan menyentuh. Zona Tsunami membuktikan bahwa kisah yang berlatar belakang peristiwa pahit---gempa bumi dan tsunami di NAD---tidak membuat penulisnya tenggelam dalam kecengengan. Gaya berceritanya lincah dan mengalir, dengan humor segar yang sering muncul pada saat-saat yang tak terduga.- Najwa Shihab, jurnalis televisi
Dewie Sekar Hoedion lahir tanggal 23 Maret alias 15 Suro di kaki Gunung Sindoro-Sumbing, saat purnama melayari angkasa dan kelelawar beterbangan keluar dari sarangnya (sayangnya nggak pakai soundtrack lolongan serigala segala). Gemar membaca buku apa saja (termasuk buku-buku yang membuatnya puyeng dan/atau tak dipercayainya sepatah kata pun) dan jadi termotivasi untuk menulis karenanya. Beberapa cerpennya dimuat di Anita, Ceria, Nova, Femina, dan Chic.Perempuan yang merasa selalu gagal membuat kerangka-karangan-dan-berusaha-tabah-mematuhinya ini, kini tinggal di Jakarta bersama suami, dua putri, dan segunung mimpi yang sedang diusahakannya agar bisa jadi kenyataan. Prinsip hidupnya: tak ada yang dinamakan "kebetulan" di dunia ini. Menurutnya, segala yang pernah dan akan terjadi di alam semesta pastilah sudah direncanakan dengan mahabijak olehNya, bahkan sampai ke detail terkecil, misalnya tetesan embun yang jatuh dari ujung daun.