Dalam sejarah pergerakan nasional, kaum dokter memiliki peranan sebagai pendorong Indonesia Merdeka. Sejarah itu bermula pada pendidikan kedokteran Dokter Jawa, kemudian berkembang menjadi pendidikan dokter STOVIA. Dari lembaga-lembaga pendidikan itulah berasal tokoh-tokoh pemimpin, seperti Dr. Wahidin, Dr. Sutomo, Dr. Tjipto Mangunkusumo, dan lain-lain.
Kaum dokter itu memimpin gerakan Boedi Oetomo. Generasi dokter yang datang kemudian yang belajar di GHS (Geneeskundige Hoge School) berperan dalam perjuangan kemerdekaan setelah proklamasi kemerdekaan. Jasa dan perjuangan mereka patut dikenang dan diketahui oleh generasi muda.
Buku ini pun bercerita mengenai tokoh-tokoh pengukir Indonesia yang telah wafat. Sepantasnya kita kenang karena mereka mempunyai peran dalam sejarah. Seperti halnya Alex Maramis, Jenderal Hidayat, Roeslan Abdulgani, Prof. Sarbini, Deliar Noer, Jusuf Ronodipuro, S.K. Trimurti, Ali Sadikin dsb.
Baca juga:
Sejarah kecil Petite Histoire Indonesia (Jilid 1)
Sejarah kecil Petite Histoire Indonesia (Jilid 2)
H. Rosihan Anwar (lahir di Kubang Nan Dua, Sumatera Barat, 10 Mei 1922; umur 87 tahun) adalah tokoh pers Indonesia, meski dirinya lebih tepat dikatakan sebagai sastrawan bahkan budayawan. Rosihan yang memulai karier jurnalistiknya sejak berumur 20-an, tercatat telah menulis 21 judul buku dan mungkin ratusan artikel di hampir semua koran dan majalah utama di Indonesia dan di beberapa penerbitan asing.
Anak keempat dari sepuluh bersaudara putra Anwar Maharaja Sutan, seorang demang di Padang, Sumatera Barat ini menyelesaikan sekolah rakyat (HIS) dan SMP (MULO) di Padang. Ia pun melanjutkan pendidikannya ke AMS di Yogyakarta. Dari sana Rosihan mengikuti berbagai workshop di dalam dan di luar negeri, termasuk di Yale University dan School of Journalism di Columbia University, New York, Amerika Serikat.
Rosihan telah hidup dalam 'multi-zaman'. Di masa perjuangan, dirinya pernah disekap oleh penjajah Belanda di Bukitduri, Jakarta Selatan. Kemudian di masa Presiden Soekarno koran miliknya, Pedoman pada 1961 ditutup oleh rezim saat itu. Namun di masa peralihan pemerintah Orde Baru, Rosihan mendapat anugerah sebagai wartawan sejak sebelum Revolusi Indonesia dengan mendapatkan anugerah Bintang Mahaputra III, bersama tokoh pers Jakob Oetama. Sayangnya rezim Orde Baru ini pun menutup Pedoman pada tahun 1974-kurang dari setahun setelah Presiden Soeharto mengalungkan bintang ...