Sejak kecil, hidup Eri tak seberuntung anak-anak seusianya. Terlahir sebagai anak hasil perselingkuhan, Eri kerap mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari orang-orang di sekitarnya, terutama dari mereka yang seharusnya menjadi keluarganya. Hari-harinya terasa melelahkan. Fisik dan mentalnya pun lelah. Salah satu hal yang menjadi pelariannya adalah melukis. Keindahan goresan tangannya di atas kanvas itu sangat indah dipandang. Namun, ia juga kerap menyalurkan hobinya itu dengan "melukis" di atas pergelangan tangannya.

Sebuah gambar bunga mawar yang layu.

Bagi Eri, ada perasaan lega tersendiri saat ia mulai "melukis" di atas tangannya. Setiap kali lukisan itu pudar, ia akan membuat lukisan yang baru. Selalu seperti itu. Selain terbiasa dengan luka yang ia torehkan sendiri, ia juga menjadi terbiasa dengan segala luka yang digoreskan oleh orang lain.

Entah jenis luka apa lagi yang akan ia rasakan besok.