Perempuan itu senantasa gagal memejamkan matanya, mengistirahatkan pikirannya, dan menidurkan benaknya. Sampai akhirnya pada dini hari keempatpuluhan dia berhasil merangkulkan tidur selama tujuh menit, dalam mimpinya dia mendapat suaminya sedang penuh gairah menyerap nektar, sebelum kemudian melompat ke putik bunga lain untuk kembali mengisap nektar lagi, lalu terbang dan hinggap mengisap nektar lain lagi di pucuk-pucuk kembang yang berjajar-jajar.

Rasa cemburu langsung menyergap perempuan itu, dan di puncak kecemburuannya, perempuan itu terbangunkan oleh kibasan sayap kelelawar yang menggendong berenteng­-renteng kunci mobil. Suami perempuan itu baru saja pulang. “Aku mau jadi kelelawar!” sergah perempuan itu dengan mata nyalang.

Perempuan yang Gagal Jadi Kelelawar ini adalah kumpulan cerpen terakhir Veven Sp. Wardhana. Buku ini semula diniatkan berisi 12 cerita—agaknya 12 adalah angka yang istmewa menurut Veven. Namun, apa boleh dikata, panjang galah bisa diukur, tapi panjang umur tak ada yang bisa mengatur. Sebelum sempat menyelesaikan ke-12 tulisan, Veven Sp. Wardhana menghadap sang Khalik. Tinggallah 9 cerpen ini yang menjadi jejak-jejak akhir karya kepenulisannya.

Veven, yang kehadirannya tak pernah diiringi hiruk pikuk dan kontroversi, meninggalkan jejak yang bermakna. Kualitasnya terbuktkan oleh kelangkaannya. Cerita-ceritanya yang belum “resmi selesai” dalam buku ini justru merupakan warisan menantang tentang bagaimana suatu teks bisa diperbincangkan, yang akan membuat wacana ceritanya berpeluang untuk bersambung seterusnya. (Seno Gumira Ajidarma)