Sinopsis Buku
Buku Marxisme, Seni, Pembebasan karya Goenawan Mohamad merupakan sebuah kumpulan esai yang membahas tentang filosofi Marxisme dan hakekat paling dasar dari manusia untuk bebas berekspresi.
Buku ini dibuka oleh sebuah esai yang menceritakan tentang peristiwa Manifestasi Kebudayaan (yang kemudian disingkat menjadi Manikebu oleh PKI) di tahun 1963-1964.
Esai GM tentang peristiwa Manifestasi Kebudayaan cukup mengobati sedikit amnesia sejarah bangsa ini. Isi dari Manifestasi Kebudayaan yang menolak intervensi dalam mengekspresikan seni ternyata mirip dengan filosofi Marxisme yang juga mendambakan kebebasan manusia dari belenggu yang diciptakan oleh sistem kapitalis.
Konsep Marxisme bermula dari pandangan Marx tentang perubahan benda-benda dan hal-hal menjadi komoditas, suatu proses yang disebut komodifikasi. Nilai guna suatu benda yang telah berubah menjadi komoditas digantikan oleh ‘nilai tukar’. Nilai tukar ini kemudian dikenal dengan harga, yang kemudian dinilai dalam suatu ekuivalen yang diterima secara umum, yakni uang.
Esai-esai dalam buku ini bukanlah fragmen-fragmen yang centang-perenang dan saling tak bertaut sama sekali. Justru sebaliknya: kita akan menemukan benang merah yang menenun dan menyambungkan satu fragmen dengan lainnya, entah berupa seutas gagasan atau suatu sikap atau proposisi.
Tak berpura-pura untuk menarik suatu pokok secara tuntas dan sistematis, tapi lebih seperti gugusan-gugusan pulau kecil warna-warni yang bersambungan, berjalinan, dapat dimasuki dari mana saja, dan bisa membantun ke mana saja.
Penulis: Goenawan Mohamad
Penerbit: PT Grafiti
ISBN: 9789799065391
Editor:
Penerjemah:
Ilustrator:
Sampul: Soft Cover
Terbit: 2011
Halaman: 248
Lebar: 20.9 cm
Panjang:
Berat:
SELEPAS jadi pemimpin redaksi majalah Tempo dua periode (1971-1993 dan 1998-1999), Goenawan nyaris jadi apa yang ia pernah tulis dalam sebuah esainya: transit lounger. Seorang yang berkeliling dari satu negara ke negara la¬in: mengajar, berceramah, menulis. Seorang yang berpindah dari satu tempat penantian ke tempatpenantian berikutnya,tapiakhirnya hanya punya sebuah Indonesia. Seperti ditulisnya dalam sebuah sajaknya: "Barangkali memang ada sebuah negeri yang ingin kita lepaskan tapi tak kunjung hilang.
Dalam perjalanan itu lahir sejumlah karya. Bersama musisi Tony Prabowo dan Jarrad Powel ia membuat libretto untuk opera Kali (dimulai 1996, tapi dalam revisi sampai 2003) dan dengan Tony, The King's Witch (1997-2000). Yang pertama dipentaskan di Seattle (2000), yang kedua di New York. Di tahun 2006, Pastoral, se¬buah konser Tony Prabowo dengan puisi Goenawan, dimainkan di Tokyo, 2006. Di tahun ini juga ia mengerjakan teks untuk drama tari Kali-Yuga bersama koreografer Wayan Dibya dan penari Ketut Rina beserta Gamelan Sekar Jaya di Berke¬ley, California. Tapi ia juga ikut dalam seni pertunjukan di dalam negeri. Dalam bahasa Indonesia dan Jawa, Goenawan menulis teks untuk wayang kulit yang dimainkan dalang Sudjiwo Tedjo, Wisanggeni, (1995) dan dalang Slamet Gundono, Alap-alapan Surtikanti (2002), dan drama tari Panji Sepuh koreografi Sulistio Tirtosudarmo. la menulis dan menyutradarai ...