Perubahan Ketiga UUD 1945 yang memberi wewenang kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menguji UU terhadap UUD merupakan fenomena hukum yang menarik. Dilihat dari sudut sejarah hukum ketatanegaraan, keputusan tersebut merupakan hasil proses panjang sejak 1945, ketika dalam sidang BPUPKI Muhammad Yamin melontarkan gagasan mengenai perlunya badan kehakiman berwenang menguji UU.
Dalam konteks ini, jika UUD 1945 dilihat sebagai produk kebudayaan, keputusan tersebut merupakan perwujudan perubahan pemikiran seluruh bangsa. Terutama pemikiran para tokoh bangsa perihal hukum, konstitusi, dan penyelenggaraan pemerintahan.
Mempertimbangkan Mahkamah Konstitusi menguraikan secara lengkap perkembangan pemikiran mengenai pengujian UU terhadap UUD dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia. Dimulai dari masa Prakemerdekaan, Revolusi Fisik (1945-1950), Demokrasi Parlementer (1950-1959), Demokrasi Terpimpin (1959-1965), Orde Baru (1965-1999), hingga Reformasi (1999-2004).
Dalam buku ini Benny K. Harman menggarisbawahi arti penting yurisprudensi MK, mengingat banyak hal terkait pelembagaan pengujian UU oleh MK belum diatur secara tegas dalam UUD maupun UU. Pola yurisprudensi ini akan lebih cepat menyelesaikan persoalan dibanding mengubah UU atau UUD. Dengan kata lain, yurisprudensi MK bisa jadi jalan keluar untuk menyempurnakan kekurangan peraturan perundang-undangan yang berlaku.