Orang-orang mengenal Ibu Teresa dari Calcuta sebagai figur yang menghabislkan hampir seluruh hidupnya untuk mencintai Tuhan. Dan dalam kehidupan sehari-hari ia terjemahkan cinta itu ke dalam doa-doa serta karya amal yang tak mengenal lelah, menjadi sesama bagi mereka yang dilupakan, hina, dan tak berdaya, dalam siapa ia menemui dan melayani Tuhan. Tetapi apakah ia benar-benar merasakan kehadiran Tuhan? Lewat sepuluh tahun wafatnya, terkuaklah kumpulan korespondensi Ibu Teresa dengan para sahabat dan superiornya dalam kurun waktu lebih dari 40 tahun. Dalam korespondensi tersebut tersurat dengan jelas, betapa dalam kerinduan Ibu Teresa untuk merasakan kehadiran Tuhan yang amat dicintainya. Hanya sayangnya, kerinduan ini seakan-akan tak berbalas. Ia melukiskan keadaan jiwanya yang begitu pekat, sunyi, dan gersang. Benarkah ada dokumen-dokumen rahasia yang berisikan kekelaman jiwa Ibu Teresa? Apakah dengan pengakuan ini Ibu Teresa telah kehilangan imannya? Masih layakkah Ibu Teresa diangkat sebagai Santa?