Aza, gadis penggores warna pada kehidupanku yang sebatas abu, memengaruhi
hidupku seperti matahari hingga rotasiku hanya tentang dia.
Hangat, ketika pelukannya mencoba mencairkan dinding es yang kubuat susah payah.
Dia terlalu menakjubkan dengan otak berpondasi Menara Pisa. Gila memang, tapi
mampu membuatku bingung bagaimana cara melupakannya.
Akan tetapi, itu semua terjadi sebelum aku membuat kesalahan dan mengecewakannya.
Kini, yang tersisa hanya aku dan harapan.
—Oza Ganendra

Oza, laki-laki yang kuanggap seperti tempat pulang, beristirahat, dan bercerita tentang
hari hari yang menakjubkan.
Dia terlalu bodoh untuk kuanggap seperti rembulan yang menenangkan. Karena
kenyataannya, dia seperti bongkahan es yang kupeluk erat. Seperti awan hitam yang
membuat seseorang ketakutan. Namun, pada akhirnya matahari ini jatuh cinta pada
bulan.
Seharusnya aku sadar lebih awal bahwa matahari dan bulan tidak mungkin bisa
berdampingan, meskipun berada di langit yang sama.
Hingga akhirnya, yang tersisa hanya sebatas rasa dan fakta.
—Aza Beatarisa