12 cerpen dari 12 cerpenis.
39 puisi dari 31 penyair.
Mereka masih muda dan mungkin bukan siapa-siapa dalam dunia sastra. Tetapi karya-karya mereka tak kalah mengagumkan dibandingkan para penyair dan cerpenis yang telah menjadi seseorang. “Amarah” mereka layaknya bom waktu yang meledak melahirkan puing kata-kata—puisi dan cerpen.
Amarah yang berkobar-kobar itu ditujukan kepada cinta yang tanpa restu, dogma yang meruntuhkan kemanusiaan dan mengubahnya menjadi manusia robot, kekerasan negara (dan kematian yang sia-sia), perusak kedamaian, isu SARA yang dipolitisasi, dan berujung pada pertanyaan kepada Tuhan.
Dalam buku ini, “Amarah” mereka menyaru dalam keindahan. Terus berproses dan berdialog untuk membebaskan amarah mereka (atau mungkin kita?).