Perbincangan tentang Tan Khoen Swie tidak hanya marak di dunia akademik. Di kalangan jurnalis, pembicaraan itu menjadi tema yang viral. Beberapa penulis media massa memaparkannya secara bervariasi. Hal yang menarik, perbincangan itu memberi kata sepakat bahwa Tan Khoen Swie adalah seorang perubah (man of change) yang telah melakukan upaya mengubah kondisi masyarakat yang berbudaya tutur, menjadi budaya baca. Pembicaraan tentang Tan Khoen Swie tidak terlepas dengan tempat usahanya, yaitu Kota Kediri. Secara historis, Kediri menyimpan kenangan sebagai kerajaan pusat sastra yang telah menerbitkan buku-buku kakawin. Buku-buku itu, pada abad ke-18 dan ke-19, telah disusun dan ditulis kembali oleh Yasadipura. Oleh Theodoor Gautier Thomas Pigeaud, seorang ahli sastra Jawa dari Belanda, periode itu disebut sebagai renaisans sastra Jawa di Surakarta. Buku ini memberikan informasi bagaimana Tan Khoen Swie memberikan solusi melalui usaha penerbitannya, untuk mengubah budaya tutur menjadi budaya baca. Sumber-sumber penelitian ini diperoleh dari ANRI, Perpustakaan Nasional, Perpustakaan FIB UI di Jakarta, Perpustakaan Daerah, Perpustakaan FIB UGM, Perpustakaan Sonobudoyo Yogyakarta, Perpustakaan Rekso dan Radyo Pustoko Solo, Perpustakaan Daerah Kediri dan Perpustakaan Pribadi Keluarga Tan Khoen Swie di Kediri, Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi Jawa Timur di Surabaya, Perpustakaan Pribadi Suripan Sadi Hutomo di Surabaya, dan Perpustakaan Daerah Banyuwangi.
Selling Point:
1. Buku memberikan informasi yang lengkap mengenai sejarah perkembangan naskah Jawa, kemudian Boekhandel Tan Khoen Swie Kediri yang menjadi agen kebudayaan Jawa.
2. Naskah yang berbau budaya Jawa memiliki peminat tersendiri.