Beberapa puluh tahun lalu ketika republik ini berada dalam masa krisis karena berbagai gangguan, baik dari luar maupun pemberontakan dari dalam negeri, tampil banyak orang yang rela berkorban mempertahankan keutuhan Indonesia yang saat itu masih sangat belia. Dengan heroisme, nasionalisme, dan loyalitas, para patriot ini berjuang tanpa mempedulikan apapun, bahkan meski harus mengorbankan nyawa mereka sendiri. Diantara para patriot tersebut, para personil Pasukan Siliwangi adalah salah satu kelompok yang turut berdiri di garis terdepan untuk mempertahankan keutuhan republik ini. Sebagai sebuah unit militer, Pasukan Siliwangi, sama seperti unit-unit militer lain di negara ini, saat itu tidak tampil dalam postur yang ideal sebagaimana layaknya sebuah kesatuan militer.

Dibandingkan dengan unit-unit militer Belanda yang serba lengkap, Pasukan Siliwangi tampil dengan segala hal yang serba memprihatinkan, baik dalam hal persenjataan, logistik, maupun organisasi. Pasukan ini juga memikul tugas dan tanggung jawab yang berat, yang paling berat barangkali adalah tugas untuk meninggalkan markas mereka. Tugas berat ini, yang oleh para pakar kerap disebut sebagai Hijrah, membuat nasib Pasukan Siliwangi semakin memprihatinkan sebelumnya, Pasukan ini kekurangan logistik dan persenjataan, setelah perintah Hijrah datang, pasukan ini menjadi tidak memiliki markas. Dengan segala keterbatasannya, para patriot ini dengan teguh menjalankan tugas. Medan-medan tugas di dalam maupun di luar negeri, jarang sekali ditinggalkan tanpa jejak keberhasilan.

Di manapun mereka ditugaskan, Pasukan Siliwangi seolah selalu memberikan hal terbaik melebihi tugas dan kemampuan mereka. Loyalitas, patriotisme dan heroisme serta keteguhan para patriot Siliwangi merupakan semangat yang harus ditangkap dan diketengahkan kembali pada masa-masa ini. "Ke mana pun Siliwangi ditugaskan, Siliwangi tidak mencari kemenangan tetapi membawa kemenangan."