Merah Putih Tergadai di Perbatasan adalah buku tentang suara dan gejolak anak muda yang menginspirasi pembaca untuk bertindak yang sama demi perbaikan dan demi tumbuhnya nasionalisme atau cinta tanah air.
Perbatasan itu wajah bangsa karena berhadapan dengan bangsa lain. Kalau belum cantik, perlu dibawa ke salon dulu. Saya mengapresiasi buku Jemmy dan Winston ini, sosok-sosok yang langka karena peduli soal ini. Soalnya sederhana, yakni soal keberpihakan Jakarta dalam pengalokasian dana. Saya kenal puluhan tahun penulis ini yang kaya peradaban Bali dan nalar kritisnya digembleng di Jogja. Tak disangsikan penulis sangat gandrung dengan nasionalisme. Ke depan penulis mesti berani membedah potret nasionalisme kontrak mega-mega tambang di Indonesia.
Di zaman Reformasi ini, kita menganut sistem pemerintahan desentralisasi. Namun sistem desentralisasi kini keberadaannya terancam dengan kembalinya sistem sentralisasi. Alasan salah satunya adalah demi nasionalisme Siapa yang dapat menyuarakan rasa prihatin masyarakat untuk kembali ke sistem sentralistik seperti zaman Orde Baru? Ini hanyalah sebagian jeritan untuk menggugah pejabat pemerintah yang jengah, penuh kepalsuan dan pencitraan? Pihak mana yang tampil di depan untuk menyuarakan pesan rakyat pada para pejabat pemerintah yang lupa pemilihnya? Dan lagi, pihak mana yang tampil ke depan selain generasi muda untuk menyuarakan nasionalisme yang kian hari kian memprihatinkan?
Kepiawaian penulis diperkaya dengan kepekaan yang mendalam terhadap situasi masyarakat perbatasan. Ibaratnya dokter, belumlah cukup dengan sederet obat. Tak kalah penting mujarabnya itu pendekatan dan sentuhan cinta. Di zaman yang segalanya dapat dimudahkan ini, tanpa sentuhan cinta dari pemerintah pusat, masyarakat perbatasan akan semakin tertinggal
#merah putih #perbatasan #tergadai #reformasi #surga#pangan #harga #nasionalisme #patriot #pemuda