Buku ini bercerita tentang tiga tema besar yang menjadi inti pemikiran Arief Budiman, yakni kebebasan, negara, dan pembangunan. Sejak memulai karirnya sebagai penulis, Arief telah menulis banyak sekali isu, dari persoalan-persoalan filsafat, budaya, sosial, politik, dan kejiwaan.
Namun, inti dari pemikiran Arief sesungguhnya berkisar pada tiga tema besar itu. Kebebasan diartikulasikan Arief dalam beragam tulisannya tentang budaya, sastra, dan seni yang muncul pada dekade 60-an dan 70-an. Baginya, kebebasan harus berorientasi kepada kemajuan dan perbaikan. Untuk itu, kebebasan harus berusaha terus-menerus menciptakan pilihan-pilihan, karena hanya dengan beragamnya pilihanlah kebebasan menjadi mungkin. Kita tidak bisa bicara tentang kebebasan jika kita tidak memiliki pilihan.
Pada dekade 80-an dan khususnya setelah kembali dari Amerika, pandangan-pandangan Arief lebih banyak terfokus pada persoalan sosial-ekonomi-politik yang berkisar pada hubungan negara dan masyarakat. Kritik-kritik Arief tentang pembangunan dibungkusnya dalam teori struktural. Pada mulanya, teori ini dipakai untuk mengkritisi pola dan proyek pembangunan Orde Baru, tapi belakangan, teori ini juga dipakai untuk membaca sastra.
Arief dikenal sebagai pencetus ide "sastra kontekstual." Ini adalah gagasan tandingan terhadap kecenderungan universalitas sastra. Dalam buku ini, Arief berargumen bahwa sastra yang baik bukanlah sastra yang indah, tapi sastra yang bermakna. Dan sastra yang bermakna haruslah memperhatikan konteks di mana ia berada. Argumen perlawanan terhadap universalitas sastra berakar pada teori struktural yang juga menolak asumsi-asumsi yang bersifat universal, seperti gagasan modernisasi.
Lahir di Jakarta tahun 1941. Sekarang menjadi dosen Program Pascasarjana Jurusan Studi Pembangunan di Universitas Kristen Satya Wacana, Salatiga. Sejak duduk di bangku sekolah menengah, ia telah mulai menulis. Tulisan-tulisannya tersebar di berbagai media massa, antara lain di majalah Sastra, Budaya Jaya, Horison, Tempo, Editor, dan harian Sinar Harapan, Kompas, Indonesia Raya, dan sebagainya. Selain penulis, ia juga dikenal sebagai aktivis. Ia termasuk salah seorang konseptor dan penanda tangan Manifes Kebudayaan pada tahun 1963. Ia ikut aktif berdemostrasi pada tahun 1965/1966. Pada tahun 1970, ia terlibat lagi dalam aksi-aksi demostrasi menentang korupsi. Pada tahun 1971, bersama-sama rekannya ia melancarkan aksi memboikot Pemilu yang kemudian dikenal sebagai gerakan Golongan Putih (Golput). Aksi menentang Taman Miniatur Indonesia membawanya ke dalam tahanan Kopkamtib selama satu bulan. Ia pernah manjadi wakil ketua dan anggota Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) periode 1968-1971, dan anggota Badan Sensor Film (BSF). Pendidikan yang ditempuhnya setelah tamat SMA adalah: Fakultas Psikologi, Universita Indonesia, lulus tahun 1968; kemudian Harvard University, Amerika Serikat, berhasil meraih gelar Ph.D. dalam bidang sosiologi pada tahun 1980.