Buku ini mengenai hukum yang ditulis gaya bertutur agar lebih menarik sehingga pembaca dapat menjadikannya sebagai referensi.
Menghadapi Firman yang temparemental dan sudah 2 tahun berhenti bekerja dari kantornya, Ani berusaha berpisah baik-baik.
Tita, anak mereka yang berusia 5 tahun disetujui diasuh oleh orang tua Ani.
Tetapi bulan berikut, Firman mendatangi rumah Ani, menyandera Ani agar orang tua Ani menyerahkan Tita kepadanya.
Ani mengalah tetapi tak dapat hidup tanpa anaknya, solusinya Ani bersedia tinggal bersama Firman di rumah ibu mertua.
Lalu Firman setuju Tita sekolah di kota di mana orang tua Ani tinggal.
Hampir setahun kemudian, Ani menjual rumahnya, berhenti bekerja, selanjutnya hidup bersama anaknya.
Akhir tahun, Firman minta Tita libur bersamanya, Ani setuju tetapi setelah anak itu ada di tangannya, Firman minta anak itu disekolahkan di dekat rumahnya, tentu saja Ani tak setuju lalu Tita dibawa kembali ke rumah orang tuannya.
Tak lama kemudian ketika sedang di toko, anak itu diculik di depan orang banyak dengan cara yang kasar, dibopong, dilarikan lalu kabur menggunakan ojek yang sudah disiapkan.
Ani melapor ke polisi, tetapi ditolak karena yang menculik bapanya sendiri.
Ani minta hak asuh ke pengadilan ternyata pengadilan negeri tak dapat mengeluarkan penetapan hak asuh karena perkawinan Ani dan Firman tidak dicatatkan di Kantor Catatan Sipil.
Sedangkan status anak itu tak jelas karena ada nama bapanya di akta lahir anak itu.
Ani meminta bantuan pengacara, memperkarakan Firman.
Dua minggu setelah penculikan itu dilaporkan, polisi tak juga bergerak.
Dengan seijin penyidik polisi, pengacara mencarikan tim yang akan merebut kembali anak itu dengan imbalan 36 juta rupiah.
Janji tim itu mengawal Ani mengambil anaknya tak dipenuhi dengan alasan anak itu selama 24 jam bersama bapanya.
Ani nekat mendatangi rumah ibu mertuanya seorang diri dan kuatir akan keselamatan anaknya, ayah Ani mengirim e-mail ke orang yang berpengaruh. Hari itu juga keluar surat panggilan polisi, Firman lalu memaksa Ani ikut datang ke kantor polisi untuk mencabut laporannya sementara Tita tidak dibawa.
Karena Firman tak mau menyebut keberadaan Tita, polisi bekerjasama dengan pengacara menekan Ani agar menandatangai perjanjian damai sehingga urusan itu selesai di mata polisi.
Firman dilepas dan Ani terpaksa mengikutinya demi anaknya.
Memang Tita ahirnya dapat diselamatkan ayah Ani tetapi ketakutan anak itu diculik kembali, mendorong Ani membawa Tita meninggalkan negeri di mana anak itu dilahirkan, mencari tempat tinggal di negara yang ada perlindungan hukum bagi anak.
"Cucuku diculik" diangkat dari kejadian sebenarnya tetapi nama-nama orang yang terlibat ditulis dengan nama samaran dan jalan cerita sedikit dikaburkan dari kisah nyata sehingga tidak ada orang yang dapat menuntut merasa dipermalukan dengan diterbitkannya buku ini, bahkan mereka pasti tidak mau mengakui bahwa merekalah yang dimaksud di buku ini. Karena itu nama penulis juga harus nama samaran.
Banyak keluarga di Indonesia belum mau membawa persoalan yang menimpa keluarga mereka ke jalur hukum, padahal banyak sekali kasus anak di bawah umur yang dibawa bapanya sehingga ibu si anak sangat menderita.
Buku ini dapat menggugah agar para ibu-ibu berani berjuang mendapatkan haknya mengasuh anak kandungnya sendiri.
Masalah perebutan anak antara suami isri yang berpisah atau bercerai bukan hanya persoalan yang harus dihadapi oleh mereka yang sudah berpisah atau bercerai tetapi juga dapat menimpa mereka yang mungkin akan berpisan atau bercerai sehingga buku ini juga perlu dibaca oleh ibu-ibu yang belum berpisah atau bercerai dan isinya cukup memberi petunjuk persiapan apa yang harus dilakukan agar perebutan anak tidak menjadi malapetaka.
Buku ini mengambarkan dengan jelas seorang ibu yang memperjuangkan haknya mengasuh anak kandungnya sendiri melalui jalur hukum ternyata dipermainkan oleh hukum dan penegak hukum. Banyak orang sebenarnya sudah mengeluh akan praktik mediasi yang dilakukan polisi dalam banyak perkara tetapi belum ada yang menggambarkan praktik mediasi.