Korupsi merajalela dari hulu ke hilir. Ketika terpilih sebagai Presiden RI ke-7, Bro segera melaksanakan program pemberantasan korupsi dengan cara yang tidak lazim: mewajibkan seluruh pejabat publik dipasangi pemindai biometrik Chiphumzilla di balik kulitnya. Dengan cara itu perilaku-uang mereka selalu terpantau dan tertayang melalui monitor yang dipasang di seluruh Indonesia.
Sebuah pergulatan ego di tengah konspirasi politik dari sosok seorang negarawan. Meretas wajah lain dari reformasi dan memotret sisi buruk sejumlah aktornya. Kisah tentang keteguhan hati, ketulusan cinta, dan pengorbanan.
Novel yang ditulis oleh seorang anggota DPR-RI 2004-2009 ini menggambarkan carut-marut korupsi di tingkat atas pemerintahan sehingga perlu dibaca oleh mereka yang mengaku mencintai negeri ini.
“Novel ini ditulis pada saat Indonesia digerogoti oleh gurita korupsi yang amat dahsyat. Belum tampak titik terang kapan kejahatan luar biasa ini bisa dihalau keluar Nusantara. Dengan menempatkan Bung Hatta sebagai idola, penulisnya masih punya harapan bahwa masa depan Indonesia masih bisa diselamatkan oleh anak-anaknya yang tidak hanyut dalam arus idealisme musiman.” —Ahmad Syafii Maarif, budayawan
“Karya sastra tak jatuh dari langit tetapi tumbuh dari belukar sosial. Novel ini lahir dari kecemasan akan makin mengguritanya korupsi. Pesannya benderang: sapu kotor mustahil mengenyahkan kotoran. Kita butuh pemimpin bersih-kuat—yang kita rindukan, dan belum juga hadir.” —Eep Saefulloh Fatah, pemerhati politik, peminat sastra
“Sebuah karya fiksi humaniora sosial-politik yang memberi pencerahan kepada kami para mahasiswa. Bahwa kita semua berhutang kepada republik ini... dan bahwa untuk menjadi pemimpin dibutuhkan kesediaan yang luar biasa untuk berkorban. Sebuah novel yang patut dibaca oleh anak-anak muda.” —Ethos Naemo, mahasiswa/the next actor