Tembakau yang telah ditanam sejak 1862 menjadikan tanah Deli daerah yang lebih maju daripada kota-kota lainnya. Selain menjadi salah satu pusat seni pertunjukan, industri penerbitan majalah, surat kabar, komik, dan roman juga tumbuh bagaikan jamur di musim hujan. Modernisasi adalah napas kehidupan kota ini.
Joesoef Sou’yb dan Matu Mona menjadi sosok yang sangat diperhitungkan dalam sejarah keberadaan roman-roman Medan. Karya-karya mereka sekarang disimpan di Perpustakaan Universitas Leiden (Belanda). Roman Medan lainnya juga disimpan di banyak negara seperti di Amerika Serikat, Prancis, Jerman, Jepang, serta dimiliki oleh sekumpulan kolektor buku antik sebagai benda yang sangat bernilai.
Seiring dengan berputarnya roda sejarah, pelopor roman Medan mengalami banyak tantangan pada masa kolonial. Tantangan juga menghajar mereka ketika kondisi perekonomian terjun bebas di masa Indonesia baru merdeka. Munculnya sikap sinis dan skeptis tak terhindarkan lagi. Namun, di saat itulah masyarakat berpikir untuk bangkit, kembali menata diri dan hidup, termasuk dalam hal kesenian. Tebersit harapan untuk menghidupkan kembali penerbitan roman.
Para pengarang roman mendapat pengakuan internasional dan menjadi idola banyak pembaca. Grafik penjualan pun naik karena pemasarannya sampai ke Malaya, Singapura, hingga Arab Saudi. Buku ini berusaha membentangkan perjalanan roman Medan dan menyajikan kembali imbasnya terhadap perkembangan sastra di Tanah Air. Perjalanannya menunjukkan bahwa kisah roman Medan adalah bagian masa lalu yang penting dalam perjalanan kesusastraan Indonesia.