Mata Mona tajam melihat hal-hal sehari-hari yang seringkali luput dari pengamatan. Pada saat yang sama cerpen-cerpennya juga tidak malu-malu memuntahkan tabu dan abjek, termasuk hasrat membunuh, keraguan pada agama, dan borok-borok dalam keseharian kita, termasuk dalam diri orang-orang terhormat.
(Aquarini P. Prabasmoro, staf pengajar jurusan Sastra Inggris Fasa Unpad)
Kita pembaca dihadapkan dengan dunia yang kita--sekurang-kurangnya sebagian besar dari kita--tidak kenal; dan kita dibuat kaget dengan penjelasan yang terperinci mengenai betapa mesum dan jijiknya dunia tersebut. Dengan sengaja Mona menggunakan gaya sastra yang disebut "dirty realism"--pendekatan realistis yang mengutamakan hal-hal menjijikkan sengaja untuk mendongkrak pembaca dari rasa puas diri sambil membaca fiksi hiburan.
(C.W. Watson, profesor di University of Kent, Inggris)
Jangan berharap menemukan protagonis yang identik dengan hero atau heroin dalam cerita-cerita ini. Mereka tampil 'cacat', seperti karakter di film-film Lynch dan karena itu terasa sangat nyata dan 'gelap'.
(Linda Christanty, penulis)
Saya bersyukur bahwa Mona melanjutkan tradisi susastra yang bersungguh-sungguh, sabar, dan cermat, tanpa kehilangan kehalusan sekaligus keliarannya dalam kebebasan penulisan.
(Seno Gumira Ajidarma, penulis)
Lewat antologi cerpen ini Mona membuktikan bahwa menulis itu bukan sekadar memerlukan kemampuan mendeskripsikan pikiran, melainkan juga cara mengolah pikiran itu.
(Nana Suryana Sobarie, peminat buku)
olehistiana nur vidayantipadaSelasa, 11 Desember 2012
Potret Kehidupan Wanita dalam Wajah Terakhir
Judul buku : Wajah Terakhir
Pengarang : Mona Sylviana
Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama
Kota terbit : Jakarta
Tahun terbit : 2011
Tebal buku : xi + 143
Dalam buku Wajah Terakhir ini, Mona Sylviana mengangkat berbagai cerita yang tidak biasa. Ia mengangkat hal-hal yang luput dari perhatian kita. Mona Sylviana sendiri merupakan tamatan Fikom Unpad. Tetapi ia lebih banyak menghabiskan waktu di Gelanggang Seni, Sastra, Teater, dan Film (GSSTF) Unpad. Itu yang membuatnya sulit berpisah dengan teater dan sastra. Karena itu ia dapat menghasilkan cerpen-cerpen yang telah dimuat dalam berbagai koran dan majalah. Selain itu, cerpen-cerpennya juga terkumpul di Improvisasi X (bersama Hikmat Gumelar dan M. Syafari Fidaus, 1995), Sastra Indonesia Angkatan 2000 (2000), Dunia Perempuan (2002), dan Living Together (Biennale Sastra Internasional, 2005). Baru setelah itu semua cerpen yang sudah pernah dimuat tersebut kini dikumpulkan dalam suatu kumpulan cerpen berjudul Wajah Terakhir.
Salah satu cerpen yang ada berjudul sama dengan judul buku kumpulan cerpen ini, yaitu Wajah Terakhir. Cerpen ini menceritakan seorang gadis bernama Maria. Ia adalah gadis keturunan Cina yang menjadi korban kerusuhan di Jakarta, saat itu ia menjadi korban pemerkosaan. Setelah kejadian itu, Maria memilih meninggalkan Jakarta. Suatu hari, ia bertemu dengan seorang lelaki yang meminta bantuannya untuk menjadi penerjemah bagi ayahnya ketika ... Baca Selengkapnya