7disabled
No Image Available
Stok Tidak Tersedia
Atau
Tambah ke Daftar Keinginan

Beritahukan jika produk ini tersedia kembali
Saya Berbelanja, Maka Saya Ada: Ketika Konsumsi dan Desain Menjadi Gaya Hidup Konsumeris (Soft Cover)
oleh Haryanto Soedjatmiko

Ketersediaan : Stock tidak tersedia

Format : Soft Cover
ISBN : 6028252050
ISBN13 : 9786028252058
Tanggal Terbit : November 2008
Bahasa : Indonesia
Penerbit : Jalasutra
Dimensi : 150 mm x 210 mm




Kategori dan Rangking Bestseller:

Review Konsumen:
5 50%
4 -
3 50%
2 -
1 -
4.0
2 Review
Tulis Review Anda
Konsumerisme dan Sosiologi Konsumsi
oleh HARYANTO SOEDJATMIKO pada Minggu, 15 Februari 2009
Konsumerisme dan Sosiologi Konsumsi (Mujibur Rohman)

Jika ungkapan Descartes “Aku berpikir, maka aku ada!” menjadi kebanggan dan wujud peneguhan eksistensi manusia berdasarkan rasionalitas. Saat ini, yang dominan adalah, “Aku berbelanja, maka aku ada!” Sebuah peneguhan eksistensial manusia yang kadang tanpa dasar nalar. Kapitalisme pasar membentuk manusia menjadi makhluk ekonomi sebagai satu-satunya dimensi kehidupannya. Tentu saja, kemudian, hubungan sosial antar sesama manusia sarat dengan simbol dan logika ekonomi.

Ketika produksi kapitalisme mencapai puncak kelimpahan barang, sehingga kebutuhan tercukupi, perusahaan berusaha bukan hanya mencipta barang, namun sekaligus menciptakan kebutuhan. Ini merupakan upaya kapitalisme pasar untuk terus menguasai kehidupan. Melalui berbagai instrumen dan cara-cara persuasif, kapitalisme memaksa masyarakat mengkonsumsi tanpa henti. Muncul kemudian kebutuhan semu, bukan karena butuh (need), namun lebih pada ingin (want).

Produksi tentu tak lepas dari konsumsi, pasangannya. Sebab keduanya saling membutuhkan. Pada awal perkembangan masyarakat, produksi adalah upaya usaha memenuhi kebutuhan sendiri. Namun, karena barang yang dihasilkan berlebih maka ditukarkan barang lain, untuk tujuan yang berbeda. Pertukaran barang ini kemudian memunculkan pasar, dan barang tersebut berubah nilainya menjadi komoditas. Karl Marx melihat hal tersebut sebagai perubahan nilai guna (use value) menjadi nilai tukar (exchange value).

Dari gambaran di atas kita melihat bahwa, mengkonsumsi sebenarnya bukan hanya persoalan pada zaman kini, ketika ... Baca Selengkapnya
Apakah review ini bermanfaat bagi Anda?
Membedah Belanja sebagai Gaya Hidup
oleh HARYANTO SOEDJATMIKO pada Minggu, 15 Februari 2009
Membedah Belanja sebagai Gaya Hidup

oleh: Haryanto Soedjatmiko, BA Phil.


“tahukah anda satu kata penting hari ini?”
BELANJA

Mau makan atau minum? Mau sekolah, kuliah, atau bekerja? Atau, mau berlibur? Mau apa lagi? Apa yang kita perlukan? Belanja, tentu saja.

Hidup kita sekarang ini tidak bisa lepas dengan belanja. Belanja adalah gaya hidup kita di masa sekarang. Bayar sekarang atau nanti? Sistem kredit membuat berlakunya, “Pakai dulu, bayar kemudian”.

Ketika Descartes berkata, Cogito Ergo Sum (Saya Berpikir, maka Saya Ada), saat ini kita pun dapat berkata, Emo Ergo Sum (Saya Belanja, maka Saya Ada). Itu merupakan slogan hidup manusia saat ini. Hal ini berawal dari kegiatan yang bisa jadi kita lakukan tiap hari: belanja. Belanja menjadi tolok ukur jati diri hidup manusia sebab terkait dengan banyak aspek. Aspek psikologis, misalnya, di mana belanja ada hubungan dengan rasa gengsi. Aspek sosial, dengan belanja bisa menunjukkan status orang tertentu. Belum lagi aspek ekonomi, budaya, politik, dan seterusnya. Singkatnya, melalui belanja, seseorang tidak lagi mementingkan apa yang dapat diperbuat dengan barang tersebut, melainkan apa yang dikatakan barang itu perihal dirinya sebagai konsumen. Berbelanja (shopping) agaknya telah menjadi ciri-ciri manusia yang hidup di zaman kontemporer dewasa ini.

Bila berbelanja semula menjadi “perpanjangan” manusia yang hendak ... Baca Selengkapnya
Apakah review ini bermanfaat bagi Anda?
Tulis Review Anda