Kisah sejati ini merupakan kesaksian yang kaya, hidup, dan orisinal tentang apa arti dan fungsi Tanah Air serta kemerdekaan bagi seorang anak desa. Seperti sejumlah anak serupa, dia kemudian bertumbuh menjadi manusia yang jiwa dan badannya terbangun mengikuti citra diri dan impian Para Pendiri Bangsa-deretan eksemplar burung–burung pelintas benua, penjelajah cakrawala.
Sebagai narasi diri, ini adalah rekaman tangan pertama si anak desa tentang bagaimana dia menjadi sembari sekaligus memotret masyarakat bangsanya dan masyarakat mancanegara lewat kota-kota di mana dia berkiprah selama tiga zaman. Di saat terbang lintas benua menjelajah lapis-lapis cakrawala, dia pun bercinta serta bersaksi cerdas tentang masa dan dunianya, tentang impian-impian pribadi dan ideal-ideal berbangsa yang terus dijunjungnya. “Indonesia tak pernah bisa dipisahkan dari ketercerahan cakrawala.”
Maka di atas semuanya, ini adalah suatu kesaksian yang merayakan Indonesia.
“Ada irama yang indah dari penulisan buku ini, yang membuat saya tidak ingin berhenti membuka halaman demi halaman di dalamnya. Saya menemukan cerita jenaka orang kampung Indonesia. Juga terperangah akan kecerdasan buah-buah pikiran serta tingginya integritas penulisnya sebagai seorang intelektual.” -Riri Riza, sutradara film
“Saya terkesan secara mendalam dengan kisah yang terpapar sangat jujur dalam Burung–Burung Cakrawala. Ada bagian yang membuat saya tergelak, ada yang membuat saya menangis, dan ada yang membuat saya berpikir dan berkontemplasi. Inilah kisah bocah yang bermimpi terbang bagai burung dan bercinta dengan bidadari. Ia terdampar sebagai manusia dewasa yang menenun intelektualitas dengan spiritualitas. Dari perjalanannya kita belajar untuk tidak sekadar mencintai Indonesia, tapi mencinta dengan jujur dan dalam kejujuran.” -Karlina Supelli