Harga Resmi | : | Rp. 79.000 |
Harga | : | Rp. 63.200 (20% OFF) |
Ketersediaan | : | Stock di Gudang Supplier |
Format | : | Soft Cover |
ISBN | : | 6232420934 |
ISBN13 | : | 9786232420939 |
Tanggal Terbit | : | April 2021 |
Bahasa | : | Indonesia |
Penerbit | : | Noura Books |
Endorsment
“Karya Pak Haidar mengingatkan kembali akan arti kata Cinta. Sebuah kata yang saat ini mulai terkikis oleh hal-hal negatif di sekitar kita. Kita diingatkan kembali bagaimana kita sebaiknya mulai dengan mencintai diri sendiri terlebih dahulu sebelum mencintai orang lain—hal yang sering terlupa. Melalui karya ini, kita tidak hanya belajar mencintai, tapi juga memaafkan serta bagaimana melakukan pengorbanan bagi orang lain.
Yang saya suka lagi, pemilihan katanya begitu dalam, namun tetap bernuansa sederhana. Sehingga, siapa pun yang membaca akan merasa masuk dalam pemikiran Pak Haidar. Karya ini bukan hanya ‘Catatan untuk Diriku’, tapi juga menjadi catatan pengingat bagi setiap pembacanya. Terima kasih atas karya indah ini, Pak!”
—Tompi, Musisi
“Cinta adalah bahasan abadi dan kegelisahan soal cinta adalah gejolak yang makin membesar saat dunia kita sedang ‘susah’ sekarang ini. Catatan untuk Diriku berusaha memberikan jawaban—sebuah peta untuk menemukan cinta yang sedang kita cari; cinta yang beragam dan suci.”
—Gina S Noer, Penulis Skenario Film, Produser, Sutradara
“Pesona Pak Haidar adalah kemampuan menyederhanakan dan sentuhan kebijaksanaannya dalam menjelaskan. Termasuk dalam bidang filsafat yang menjadi concern keilmuannya. Hal itu saya rasakan sendiri ketika berada di kelas beliau maupun ketika membaca buku filsafatnya. Pesona itulah yang juga tampil gamblang dalam buku ini. Terlebih lagi buku ini disusun oleh Mas Deni yang memiliki kedekatan dengan Pak Haidar bukan hanya secara online, tetapi juga offline—membuatnya memahami tweet yang tepat, yang mencerminkan kegelisahan dan concern Pak Haidar.”
—Husein Ja‘far Al-Hadar, Penulis Buku Bestseller Tuhan Ada di Hatimu
“Saya belajar bahwa Islam adalah agama rahmatan lil-‘âlamîn—fokusnya
adalah kebermanfaatan untuk kemanusiaan.
Melalui pemikiran Pak Haidar, saya belajar hal yang selaras. Bahwa hidup, lebih dari sekadar hidup, adalah tentang membaktikan diri pada perbaikan hidup bersama. Bersama—bukan sendirian.”
—Ligwina Hananto, Financial Trainer, Stand Up Comedian, Aktris Film
“Haidar Bagir yang saya hormati adalah makhluk pencinta—berusaha menampilkan cinta paling hakiki, yang bersumber dari Allah pada manusia. Tidak pernah tidak, selalu itu yang jadi iman dan imam tiap gerak Pak Haidar. Catatan penuh rindu ini, yang dengan sangat bersahaja ditujukan untuk dirinya sendiri, bisa jadi refleksi inti dalam menggali unsur kemanusiaan dan ketuhanan kita, demi cinta yang lebih hidup lagi.”
—Salman Aristo, Penulis Skenario Film, Produser, Sutradara
“Pak Haidar melakukan syiar filsafat dan cinta di mana-mana, termasuk dalam laku bermedia sosial. Di lini masa yang sibuk berganti tema dalam hitungan detik, bahkan ketika manusia asyik saling berperang kata, Pak Haidar tetap hadir sebagai filsafat dan sebagai cinta.”
—Kalis Mardiasih, Penulis dan Aktivis Muda
“Cuitan-cuitan Pak Haidar, meski dalam kalimat pendek, adalah gagasan bernas, pernyataan cinta, dan wasiat damai yang membuat batin kita terus-menerus tumbuh bermekaran. Isinya berupa makanan ruhani yang menyehatkan. Menjadikan jiwa kita semakin berisi berotot. Dengan kelembutan petuah-petuahnya, Pak Haidar menjadikan gerakan perdamaian semakin bertenaga.”
—Wawan Wg, Pegiat Jaringan Kerja Antarumat Beragama (JAKATARUB), Simpatisan Serius NU Garis Lucu, Fans Berat Gusdur
“Membaca refleksi-refleksi lepas Pak Haidar Bagir, saya kira Anda bisa segera sepakat dengan saya, bahwa lintasan-lintasan itu lahir dari hati yang tulus.
Dalam kengototannya untuk mempromosikan penafsiran Islam yang serbacinta, mengampanyekan filsafat Islam dan mistisisme yang lebih membumi dan transformatif, dan dalam concern-nya yang tak kenal lelah dalam membantu orang-orang susah—dalam semua itu, tak bisa tidak, Pak Haidar Bagir mestilah merupakan sosok yang tunduk kepada suara hati.”
—Azam Bahtiar, Direktur Nuralwala Pusat Kajian Akhlak dan Tasawuf
“Buah perenungan mendalam yang digurat Habib Haidar ini, merupakan rekaman zaman kita yang kian halai-balai. Layak dijadikan cermin untuk mematut diri.”
—Ren Muhammad, Penyintas Peradaban