Buku kumpulan 15 cerita pendek ini menurut penulisnya bukan sekadar himpunan cerpen, karena menulis cerpen baginya seperti meraut sepasang bilah layang-layang. "Butuh ketelatenan untuk terus-menerus meraut kedua bilah itu dari pangkal hingga ujung, sampai permukaannya benar-benar halus, dan imbang bila ditimbang," tulisnya dalam pengantar buku ini. Ia punya kebiasaan menyimpan cerpen-cerpen yang sudah selesai ditulis dalam waktu relatif lama sebelum diterbitkan.
"Dalam sebagian besar cerita Damhuri, kampung terungkapkan dalam bahasanya sendiri, bahasa yang mengukap perbendaharaan kampung tanpa harus berarti usang, karena baik persoalan maupun sudut pandang dan pendekatannya sepenuhnya berpijak pada masa kini. Bagai menjawab suatu nostalgia, sekaligus mengingatkan agar tak terlena." (Seno Gumira Ajidarma, novelis)