Tiga ancaman krisis dalam tubuh Partai Demokrat. Pertama, krisis kepemimpinan sebab sejak lahir telah sangat bergantung pada figur besar SBY, seperti yang terjadi di PDI-P (megawati), PAN (Amien Rais), dan PKB (Gus Dur). Dilihat dari perspektif apa pun, ini jelas tak sehat. Begitu lahir, Partai Demokrat membawa serta sebuah cacat bawaan dalam dirinya: ketergantungan pada figur "pemimpin"-nya sehingga potensial tersendat-sendat untuk menjadi partai modern.Bentuk lain dari krisis kepemimpinan yang mengancam Partai Demokrat datang lain dari kesulitan para elite partai ini dalam membangun kompromi antarfraksi atau kekuatan internal. Konflik dan ketegangan tidak teresolusikan melainkan hanya ditimbun di bawah permukaan belaka. Dalam kasus hubungan Golkar dan Soeharto dulu, konsensus semacam itu malah cenderung manipulatif, seperti menimbun kotoran di dalam ruangan ke bawah karpet ruangan itu.Kedua, krisis dukungan. Mengingat sejarah sosial dan politik pembentukkannya, Partai Demokrat memiliki potensi untuk dengan cepat menjadi partai mengambang -- partai tak berkaki yang tak memiliki konstituen. Sebagaimana ditujukkan oleh sejumlah survei, dukungan sejumlah signifikan pemilih untuk partai ini terutama bukanlah sebagai akibat dari pengorganisasian dan jaringan partai yang rapi dan bekerja efektif, melainkan pertama dan terutama karena popularitas SBY, sang ikon, di mata pemilih.Ketiga, krisis identitas. Sejak awal kehadirannya di tahun 2001 hingga kiprahnya yang fenomenal dalam Pemilu 2004, Partai Demokrat tak menampakkan identitas ideologi dan orientasi program mereka secara jelas. Tantangan terbesar bagi partai ini adalah membentuk dan mempetegas identitas ideologis dan politiknya. Jika tidak, di tengah kemungkinan penurunan popularitas SBY setelah memerintah selama satu periode, partai ini sangat boleh jadi tak akan lagi bisa laku dijual dalam Pemilu 2009.Eep Saefulloh Fatah(dikutip dari "Epilog" buku ini)