Hampir seluruh cerpen dalam kumpulan ini mengambil warna lokal Minangkabau sebagai setting cerita. Di dalam kumpulan ini, Raudal Tanjung Banua berhasil meleburkan gaya tutur sastra lisan ke dalam bentuk teks literatur.Sebagian tokoh utama cerpen-cerpen Raudal adalah perempuan. Beberapa tokoh perempuan digambarkan mengalami represi oleh tradisi setempat. Yang lainnya digambarkan berusaha lepas dari norma-norma masyarakatnya. Hal ini tampaknya tak lepas dari sistem kekerabatan matrilineal yang dianut oleh masyarakat Minangkabau.Cerpen 'Parang Tak Berulu' sendiri berkisah tentang nasib seorang perempuan yang tinggal pergi suaminya. Perempuan itu meski membesarkan anak sendirian sehingga diibaratkan seperti sebuah parang yang kehilangan ulunya (pegangannya).
Raudal Tanjung Banua, lahir di Lansano, Kenagarian Taratak, Kabupaten Pesisir Selatan, Sumatra Barat, 19 Januari 1975. Pernah menjadi koresponden Harian Semangat dan Harian Haluan, Padang, untuk akhirnya memutuskan merantau ke Denpasar, Bali, bergabung dengan Sanggar Minum Kopi dan intens belajar pada penyair Umbu Landu Paranggi; lalu ke Yogyakarta, menyelesaikan studi di Jurusan Teater Institut Seni Indonesia Yogyakarta, mendirikan Komunitas Rumahlebah dan bergiat di Lembaga Kajian Kebudayaan AKAR Indonesia - sebuah lembaga budaya yang menerbitkan JURNAL CERPEN INDONESIA.